REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU – Puluhan pemuda Burkinabe (warga Burkina Faso) baik dari umat Islam dan Kristen berkumpul di alun-alun Ouagadougou, Ibu Kota Burkina Faso, saat matahari terbenam untuk berbuka puasa bersama.
Kedua kelompok umat beragama ini mempromosikan toleransi beragama selama Ramadhan dan Praperayaan paskah, saat Burkina Faso bergulat dengan pemberontakan dengan kekerasan dari kelompok militan.
Kegiatan yang diselenggarakan kelompok pemuda lintas agama setempat tersebut, mengagendakan acara dengan menampilkan persatuan Muslim dan Kristen.
Dengan berbagi makanan dan doa bersama dalam aksi simbolis melawan pasukan militan yang berusaha mengeksploitasi perbedaan etnis dan agama, kata para peserta.
“Jika dua kelompok dari agama yang berbeda berhasil hidup bersama, banyak kejahatan dan masalah di masyarakat akan berakhir sama sekali,” kata Wenkuni Damien Ouedraogo, seorang Katolik dan salah satu ketua penyelenggara acara tersebut.
“Kita harus melampaui agama kita untuk dapat merangkul orang lain sebagai bagian dari diri kita sendiri,” tambahnya.
Burkina Faso adalah salah satu dari beberapa negara Afrika Barat yang memerangi kelompok pemberontakan yang militan.
Kelompok ini datang dan berakar di negara tetangga Mali dan telah menyebar ke seluruh wilayah dalam satu dekade terakhir.
Ribuan orang telah tewas dan lebih dari 2 juta orang mengungsi di seluruh wilayah Sahel di selatan Sahara, tempat kelompok militan yang terkait dengan Alqaeda dan Daesh telah mengeksploitasi perbedaan etnis dan agama untuk memicu kekerasan.
Sekitar 64 persen penduduk Burkina menganut Islam, sementara sekitar 24 persen mengidentifikasi diri sebagai Kristen, menurut sensus pemerintah pada 2019.
“Kepada mereka yang sayangnya mengangkat senjata melawan negara, kami berharap pesan harapan kami dapat melembutkan hati mereka,” kata Mamadi Ouedraogo, salah satu penyelenggara acara tersebut dari kelompok Muslim.
“Ini untuk kesejahteraan kita, pembangunan kita dan untuk perdamaian dan keamanan di negara kita,” tegasnya.