REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memeriksa eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo dalam kapasitasnya sebagai tersangka dugaan gratifikasi. Namun, lembaga antirasuah ini belum memastikan apakah Rafael bakal langsung ditahan atau tidak.
"Tentu nanti tim penyidik KPK setelah melakukan pemeriksaan akan menganalisis lebih lanjut ya apakah ada keperluan untuk dilakukan penahanankah terhadap tersangka ini, gitu ya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023).
Ali lantas mengatakan, setiap pihak yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK pasti bakal dilakukan penahanan. Menurut dia, penahanan terhadap tersangka hanya terkait waktu.
"Jadi, ini kan soal waktu kapan tersangka itu bisa dilakukan penahanan. Karena syarat penahanan itu ada di hukum acaranya, nanti penyidik yang akan menentukan, baik itu secara subjektif maupun secara objektif," ujar Ali.
Ali berjanji, pihaknya akan menyampaikan kepada publik setiap perkembangan penanganan kasus ini. "Pasti kami nanti akan sampaikan siang ataupun sore hasil pemeriksaan terhadap tersangka (Rafael Alun)," kata dia.
Sebelumnya, KPK telah menaikkan status penyelidikan kekayaan Rafael ke tahap penyidikan seusai mengantongi dua alat bukti permulaan yang cukup. Dia juga sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.
Rafael diduga menerima uang dalam rangka pemeriksaan pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Perpajakan Kemenkeu pada 2011-2023. Meski demikian, belum diperinci jumlah uang yang diduga diterima Rafael. Sebab, penyidik masih melakukan pendalaman.
Lembaga antirasuah ini sudah menggeledah rumah Rafael berada di Perumahan Simprug Golf, Jakarta Selatan pada Senin (27/3/2023). Hasil dari penggeledahan itu, penyidik menemukan uang dan puluhan tas mewah berbagai merek.
Selain itu, KPK juga menyita safe deposit box milik Rafael. Kotak penyimpanan di salah satu bank itu ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Duit yang tersimpan di dalamnya sekitar Rp37 miliar berupa pecahan dolar AS.
Namun, Rafael Alun mengaku tak habis pikir dijerat oleh KPK atas dugaan gratifikasi. Sebab, ia mengungkapkan, selama ini dirinya patuh menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Rafael mengatakan, sejak dirinya masuk sebagai kategori wajib lapor pada 2011, dia patuh melaporkan hartanya ke KPK setiap tahun. Ia menegaskan bahwa tak ada niat untuk menyembunyikan kekayaannya.
"Saya dapat mengklarifikasi bahwa saya selalu tertib melaporkan SPT-OP dan LHKPN, tidak pernah menyembunyikan harta dan siap menjelaskan asal-usul setiap aset tetap," kata Rafael dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Rafael mengaku tertib dalam melaporkan SPT tahunan orang pribadi (SPT OP) sejak 2002 dan seluruh aset tetap dalam LHKPN. Dia mengungkapkan kerap menaikkan nilai aset yang dia miliki saat menyampaikan laporan kekayaan.
Rafael menyebut, sejak 2012 hingga 2022, aset yang dia laporkan tak jauh berbeda. Namun, terjadi perubahan nilai karena menyesuaikan nilai jual objek pajak (NJOP).
"Hal ini terlihat dari nilai aset tetap dalam LHKPN yang tinggi karena mencantumkan nilai NJOP, walaupun sebenarnya nilai pasar bisa lebih rendah dari NJOP. Saya selalu membuat catatan sesuai dokumen hukum dan siap menjelaskan asal-usul setiap aset tetap jika dibutuhkan," ujar Rafael.