Ahad 23 Apr 2023 23:15 WIB

Konflik di Sudan Tak Kunjung Selesai, Warga Hidup dalam Bayang-Bayang Teror

Tentara di bawah Burhan dan lawannya RSF tak kunjung genjatan senjata

Rep: Lintar Satria / Red: Nashih Nashrullah
Asap mengepul di atas kota selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Asap mengepul di atas kota selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM – Masyarakat Khartoum putus asa untuk dapat melarikan diri dari perang antara komandan militer di Sudan. Ribuan orang terperangkap selama berhari-hari di rumah mereka di tengah pengeboman dan pertempuran.

Warga Khartoum dan Kota Omdurman dan Bahri di dekatnya melaporkan serangan udara di stasiun televisi pemerintah. Pertempuran juga dilaporkan terjadi di beberapa daerah termasuk dekat markas besar tentara.

Baca Juga

Salah satu warga Bahri mengatakan tidak ada air dan listrik selama satu pekan dan serangan udara tak kunjung berhenti. "Kami menunggu pertempuran besar, kami takut pada apa yang akan datang," katanya, Ahad (23/4/2023). "Ini sudah mulai," katanya kemudian dalam pesan tertulis. 

Seorang warga Bahri lainnya, Muhammad Siddiq mengatakan kota itu mengalami teror. "Ketika terjadi bentrokan dan baku tembak antara tentara dan (pasukan paramiliter) Rapid Support Forces (RSF) di pemukiman dan peluru di mana-mana," katanya.

Tayangan televisi menunjukkan asap hitam membumbung tinggi dari bandara Khartoum. Organisasi kemanusiaan Dokter Tanpa Batas (MSF) mendesak jalur aman.

"Kami membutuhkan pintu masuk di mana kami dapat membawa staf spesialis trauma dan pasokan obat-obatan," kata manajer operasi MSF Sudan Abdalla Hussien.

Serikat dokter Sudan mengatakan lebih dari dua pertiga rumah sakit di daerah konflik tidak beroperasi. Sekitar 32 rumah sakit dievakuasi tentara atau terjebak dalam baku tembak.

Kekerasan di luar Khartoum dilaporkan semakin memburuk terutama di Darfur. Daerah sebelah barat Sudan itu sudah dilanda kekerasan sejak 2003 yang menewaskan 300 ribu orang dan memaksa 2,7 juta orang mengungsi.

Pada Sabtu (22/4/2023) PBB mengatakan penjarah mengambil alih setidaknya 10 mobil Program Pangan Dunia (WFP) dan enam truk makanan lainnya setelah menyerbu kantor lembaga dan gudang WFP di Nyala, selatan Darfur.

Perang di Sudan menghancurkan harapan untuk memulihkan kekuasaan sipil setelah menggulingkan pemerintahan diktator Omar al-Bashir empat tahun yang lalu. Pertempuran juga membawa negara miskin itu ke jurang bencana kemanusiaan dan menarik negara asing terlibat dalam konflik.

Belum terdapat tanda-tanda kedua belah pihak dapat meraih kemenangan cepat atau siap berunding. Tentara memiliki kekuatan udara tapi RSF kuat di perkotaan.  

Tentara di bawah Abdel Fattah al-Burhan dan lawannya RSF yang diketuai Mohammed Hamdan Dagalo sejauh ini gagal menggelar gencatan senjata yang disepakati hampir setiap hari sejak perang pecah pada 15 April lalu.

Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel  

Pertempuran Sabtu kemarin menggagalkan gencatan senjata yang seharusnya dilakukan selama tiga hari sejak Jumat (21/4/2023) saat Muslim merayakan hari raya Idul Fitri.

"Kami harus duduk bersama sebagai rakyat Sudan dan menemukan jalan yang tepat untuk kembali ke harapan dan kehidupan,"  kata Burhan.

Dalam pertempuran sebelumnya ia mendeklarasikan RSF sebagai pasukan pemberontak dan memerintahkan paramiliter itu untuk dibubarkan. Ia mengatakan solusi militer satu-satunya solusi. Sementara Hamdan Dagalo yang dikenal Hemedti mengatakan ia tidak bisa bernegosiasi dengan Burhan.

Sejak Bashir digulingkan pada 2021 lalu, Burhan dan Hemedti menduduki jabatan penting di dewan yang seharusnya menyerahkan kekuasaan ke tangan sipil dan menggabungkan RSF ke tentara. 

Pada Jumat (21/4/2023) lalu Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan sudah 413 orang tewas dan 3.511orang terluka sejak pertempuran pecah. Total korban tewas itu termasuk lima pegawai organisasi kemanusiaan.    

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement