REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian ESDM meminta masyarakat tetap mewaspadai potensi awan panas guguran Gunung Karangetang di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara. Sebab, kubah lava yang ada di puncak Gunung Karangetang bisa roboh sewaktu-waktu.
"Kubah lava lama masih ada di puncak yang sewaktu-waktu dapat roboh bersamaan dengan keluarnya lava. Karakteristik awan panas guguran Gunung Karangetang terjadi dari penumpukan material lava yang gugur/longsor," ujar Kepala Badan Geologi, Sugeng Mujiyanto dalam rilis yang dibagikan Pos Gunung Api Karangetang dalam grup percakapan di Manado, Kamis (27/4/2023).
Dari hasil evaluasi PVMBG, erupsi efusif Gunung Karangetang menunjukkan penurunan, leleran lava dan guguran lava tidak teramati. Sementara dari seismisitas jenis gempa guguran yang merupakan indikasi terjadinya erupsi efusif (lava meluncur) sudah menurun, bahkan sejak tanggal 6 April 2023 gempa guguran tidak terekam.
Sedangkan dilihat dari aktivitas tersebut kemungkinan suplai magma telah berkurang atau energi dorongan kurang kuat, sehingga lava tidak dapat keluar, sedangkan gempa fase banyak mulai meningkat.
Akumulasi material hasil erupsi efusif yang berada di lembah-lembah jalur luncuran/guguran lava pijar berpotensi menjadi guguran lava ke bagian hilir, sehingga perlu kewaspadaan masyarakat yang tinggal di sekitarnya serta yang akan melintasi lembah/sungai tersebut. "Perlu juga diwaspadai terjadinya lahar ketika terjadi hujan di puncak," ujarnya.
PVMBG telah menurunkan status aktivitas vulkanik Gunung Karangetang dari siaga level III menjadi waspada level II mulai Rabu, 26 April 2023 pukul 16.00 WITA setelah terjadi erupsi efusif pada 8 Februari lalu.
Saat terjadi erupsi, seratusan warga yang bermukim di sekitar gunung tersebut diungsikan karena khawatir terjadi awan panas guguran seperti yang terjadi pada beberapa waktu lalu.