Selasa 23 May 2023 16:42 WIB

Kejagung Diminta Seret Oknum Bea Cukai di Kasus Impor Emas

Fickar menduga modus kasus ini sangat mungkin serupa dengan penyeludupan.

Rep: Rizky Suryarandikan, Novita Intan/ Red: Andri Saubani
Ahli hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar mendesak Kejaksaan Agung menyeret oknum Bea dan Cukai di kasus impor emas. (ilustrasi)
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ahli hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar mendesak Kejaksaan Agung menyeret oknum Bea dan Cukai di kasus impor emas. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mendukung penyidikan korupsi pengelolaan emas terkait kegiatan ekspor-impor komoditas logam mulia oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurutnya, kasus ini mesti menyeret oknum Bea Cukai nakal yang melakukan pembiaran. 

Fickar mensinyalir kasus ini terjadi karena 'permainan' nakal oknum Bea Cukai. Sehingga, menurutnya nilai korupsi dalam kasus ini tergolong besar. 

Baca Juga

"Korupsinya sekitar kongkalikong bea masuk, dan ini pasti cukup besar," kata Fickar kepada Republika, Selasa (23/10/2023). 

Fickar menduga modus kasus ini sangat mungkin serupa dengan penyeludupan. Ia menyinggung biasanya pelaku sengaja mengumpankan satu kapal yang tertangkap. Tetapi berpuluh-puluh kapal yang lolos tanpa prosedur termasuk manipulasi bea masuk. 

"Jadi dalam kasus ini penyeludupan emas pun sangat mungkin menggunakan modus yang sama," ujar Fickar. 

Oleh karena itu, Fickar menegaskan kasus ini tak bisa hanya menyeret pengusaha nakal saja. Ia meyakini kasus ini bisa menarget oknum petugas Bea Cukai. 

"Pelakunya tidak cukup hanya memproses pidana pengusaha-pengusaha nakalnya saja, tetapi juga petugas-petugas di Bea Cukai yang terdeteksi bermain dengan membiarkan masuknya batangan emas secara ilegal harus diproses pidana," ucap Fickar. 

Fickar juga mengingatkan upaya pemberantasan korupsi mesti dilakukan secara menyeluruh. Guna menangkal kasus serupa terulang, menurutnya oknum petugas Bea Cukai nakal wajib disingkirkan lebih dulu. 

"Ini artinya kita juga harus membersihkan dengan sapu yang bersih, karena kecenderungannya dalam penyelundupan itu petugas ikut bermain," tegas Fickar. 

Sebelumnya, Kejagung mengeklaim memiliki bukti-bukti permulaan cukup terkait dengan adanya praktik tindak pidana korupsi yang merugikan negara puluhan triliun sepanjang 2010-2022 itu . Kasus tersebut saat ini dalam penyidikan intensif untuk segera menemukan tersangka.

Kejagung menyebut penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan emas ini sebetulnya sudah dilakukan sejak 2021. Akan tetapi, baru meningkat ke penyidikan pada 10 Mei 2023 setelah para jaksa penyidik meyakini adanya alat bukti atas perbuatan pidana dalam proses ekspor-impor komoditas logam mulia tersebut.

Di sisi lain, Kejagung belum bersedia membeberkan berapa potensi kerugian negara terkait kasus tersebut. Akan tetapi, pada 14 Juni 2021 saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin terungkap, potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas tersebut mencapai Rp 47,1 triliun.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada Satuan Tugas Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU).

“Saya kira dengan telah dibentuknya Satgas TPPU oleh Menko Polhukam, maka satgas lah yang akan memberikan informasi tersebut,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (23/5/2023).

Satgas tersebut akan bertugas melakukan supervisi penanganan dan penyelesaian seluruh laporan hasil analisis dan laporan hasil pemeriksaan yang berisi laporan transaksi keuangan mencurigakan. Sebanyak 12 ahli dalam satgas adalah Yunus Husein, Muhammad Yusuf, Rimawan Pradiptyo, Wuri Handayani, Laode M. Syarif, Topo Santoso, dan Gunadi. Kemudian Danang Widoyoko, Faisal H. Basri, Meuthia Ganie Rochman, Mas Achmad Santosa, dan Ningrum Natasya Sirait. 

Satgas akan bekerja sampai akhir tahun ini. Satgas itu diberi tugas melaksanakan supervisi dan evaluasi penanganan laporan hasil analisis, laporan hasil pemeriksaan, dan informasi dugaan TPPU. Seluruhnya dilakukan berdasar data yang telah disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement