REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga bernama Linda Susanti alias Oca, yang melaporkan adanya rekaman terkait dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), memenuhi panggilan Pengaduan Masyarakat (Dumas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (30/5/2023). Dia dimintai keterangan mengenai aduannya tersebut.
"Alhamdulillah, (laporan) direspons dengan baik," kata Oca kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2023).
Oca mengaku, pihak KPK sempat menanyai dirinya mengenai laporan yang sampaikan ke lembaga antikorupsi tersebut. Bahkan, kata dia, isi pembicaraan yang direkamnya itu juga sempat diputar oleh petugas saat pemeriksaan.
Ia menegaskan bahwa seluruh keterangan yang diketahuinya telah disampaikan kepada petugas. Oca mengatakan, selanjutnya pihak Dumas KPK bakal mengubungi dirinya menyangkut laporan ini.
"Insya Allah ada pengembangan, nanti ditelepon. Saya sudah kasih alamat ke kantor. Mudah-mudahan. Intinya saya hadir di sini bukan untuk melawan KPK, tapi membantu mengungkap kebenaran," jelas Oca.
Sebelumnya, Linda pernah mendatangi KPK dan menyerahkan flashdisk berisi rekaman yang ia klaim berkaitan dengan dugaan suap penanganan perkara di MA pada Senin (15/5/2023). Dia pun berharap agar KPK dapat mempelajari informasi maupun data yang ia serahkan tersebut.
Kemudian, Linda juga sempat menghampiri Hasbi Hasan saat hendak masuk ke Gedung Merah Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Rabu (24/5/2023). Linda mengaku memiliki rekaman yang diduga terkait dugaan suap penanganan perkara di MA.
"Saya punya rekaman Pak, ini rekaman Pak," kata Linda ke Hasbi, saat itu.
Hasbi pun sempat merespons pernyataan yang disampaikan oleh Linda. Dia mengatakan, agar bukti rekaman itu diserahkan ke kuasa hukumnya. "Ke pengacara saya saja," ujar Hasbi singkat sambil memasuki lobi Gedung Merah Putih KPK.
KPK telah menetapkan Hasbi dan eks Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto sebagai tersangka dugaan suap penanganan perkara di MA. Penetapan status ini dilakukan usai tim penyidik KPK mengantongi alat bukti yang cukup. Diantaranya, yakni keterangan para tersangka dan saksi yang juga terkait dalam kasus tersebut.
KPK pun telah memeriksa Hasbi dan Dadan sebagai tersangka pada Rabu (24/5/2023). Namun, keduanya tidak langsung ditahan. Padahal, dalam setiap proses pemanggilan tersangka kasus dugaan rasuah, KPK akan langsung melanjutkan dengan tindakan penahanan. KPK beralasan, upaya paksa penahanan bukanlah suatu tindakan yang harus dilakukan.
Sebelumnya, dalam surat dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno yang dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (18/1/2023), nama Hasbi Hasan disebut ikut membantu pengurusan perkara di MA. Hasbi bertemu dengan Yosep dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka melalui Dadan Tri Yudianto sebagai perantara pada Maret 2022.
KPK pun telah menetapkan sebanyak 15 tersangka dalam kasus dugaan suap penangan perkara di MA, termasuk Hakim Agung nonaktif, Sudrajad Dimyati dan Gazalba. Mereka pun kini telah ditahan.
Adapun dari jumlah tersebut, delapan diantaranya merupakan pejabat dan staf MA, yakni Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di MA Edy Wibowo (EW); Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA RI dan asisten Gazalba, Prasetio Nugroho (PN); dan staf Gazalba, Redhy Novarisza (RN). Kemudian, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara itu, empat tersangka lainnya, terdiri atas dua pengacara bernama Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta dua pihak swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). KPK juga telah menahan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar, Wahyudi Hardi.