REPUBLIKA.CO.ID, ZVECAN -- Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengirimkan 700 pasukan tambahan ke Kovoso dan menyiagakan batalion lainnya dalam menanggapi gejolak yang semakin intensif di negara itu. Ketegangan semakin memanas usai wali kota etnis Albania terpilih di daerah mayoritas etnis Serbia dalam pemungutan bulan lalu.
Di Kota Zvecan lusinan pasukan NATO dari Amerika Serikat (AS), Polandia dan Italia mengenakan peralatan anti huru-hara. Pasukan itu mengamankan gedung-gedung pemerintah kota saat warga etnis Serbia memprotes wali kota etnis Albania.
Kantor berita Serbia, Tanjug yang mengutip pejabat Serbia di Zvecan melaporkan pengunjuk rasa Serbia yang dibubarkan pukul 04.00 pada Selasa (30/5/2023) kemarin dan akan kembali Rabu (31/5/2023). Pada Senin (29/5/2023) lalu sekitar 30 pasukan penjaga perdamaian NATO yang menjaga tiga aula kota di utara Kosovo terluka dalam bentrokan dengan pengunjuk rasa Serbia. Sementara 52 pengunjuk rasa terluka dalam bentrokan itu.
NATO memiliki sekitar 4.000 tentara di Kovoso. Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg memutuskan untuk mengirim pasukan tambahan ke sana.
"Kami memutuskan untuk mengerahkan 700 lagi pasukan dari pasukan cadangan operasi dari Balkan barat dan menyiagakan batalion pasukan cadangan sehingga mereka dapat dikerahkan bila diperlukan," kata Stoltenberg.
Kantor berita Reuters melaporkan empat konvoi besar pasukan NATO bergerak ke arah utara pada Selasa sore.
Amerika Serikat dan sekutunya menegur Kosovo karena meningkatkan ketegangan di Serbia. AS dan sekutunya mengatakan menempatkan wali kota Albania di wilayah etnis Serbia merusak upaya memperbaiki hubungan dengan negara Serbia.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic menyiagakan pasukannya dan memerintahkan unit-unit angkatan bersenjata bergerak mendekat ke perbatasan.
Etnis Serbia menolak ambil bagian dalam pemilihan lokal pada bulan April. Kandidat etnis Albania memenangkan pemilihan di empat kota mayoritas Serbia dengan angka partisipasi pemilih hanya 3,5 persen.
Utara Kosovo yang mayoritas etnis Serbia tidak pernah menerima deklarasi kemerdekaan Kosovo dari Serbia pada tahun 2008. Mereka masih menganggap Belgrade ibukota mereka setelah etnis Albania di Kosovo memberontak terhadap penguasa Serbia dua dekade yang lalu.
Secara keseluruhan etnis Albania mencakup 90 persen populasi Kosovo tapi orang-orang Serbia di utara sudah lama meminta implementasi kesepakatan tahun 2013 yaitu pembentukan asosiasi pemerintah otonom kota-kota madya di daerah mereka.
Kantor berita Reuters melaporkan seorang pria bertopeng menghancurkan kaca mobil berplat Albania yang ditandai "A2, afilisasi CNN" di Kota Leposavic, dekat perbatasan Serbia. Satu mobil milik media lain juga dirusak. Tidak ada yang terluka dalam insiden itu.
Washington yang merupakan pendukung kemerdekaan Kosovo paling vokal memutuskan membatalkan partisipasi Kosovo dalam latihan militer. Setelah Pristina menolak menarik walikota dan polisi-polisinya dari daerah utara.
"Kami juga memikirkan seluruh implikasi lainnya," kata Duta Besar AS untuk Kosovo Jeffrey Hovenier.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell meminta pemimpin-pemimpin Kosovo dan Serbia mencari cara menurunkan ketegangan. "Saat ini kami sudah memiliki terlalu banyak kekerasan di Eropa, kami tidak mampu menghadapi konflik lainnya," kata Borrell di Brussel.
Rusia yang dekat dengan Serbia dan berbagi tradisi Slavik dan Kristen Ortodoks, juga mendesak "langkah-langkah tegas" untuk meredakan gejolak. "Barat (harus segera) membungkam propaganda palsunya dan berhenti menyalahkan insiden Kosovo pada orang Serbia," kata Kementerian Luar Negeri Rusia.
Pihak berwenang Kosovo menyalahkan Presiden Serbia Aleksandar Vucic merusak stabilitas di Kosovo. Vucic menyalahkan pemerintah Kosovo menimbulkan masalah dengan menempatkan walikota baru.
Setelah bertemu duta besar Quint Group yang terdiri dari Amerika Serikat, Italia, Prancis, Jerman dan Inggris di Belgrade, Vucic mengatakan ia meminta agar walikota etnis Albania di daerah mayoritas etnis Serbiat dicopot.
Presiden Kosovo Vjosa Osmani mengatakan kelompok kriminal yang didukung Vucic ingin merusak stabilitas Kosovo dan seluruh kawasan.