REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri komunikasi dan informatika (menkominfo) nonaktif Johnny Gerard Plate didakwa melakukan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) dan pendukung Kemenkominfo yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 8.032.084.133.795,51. Dugaan korupsi BTS dilakukan pada periode 2020-2022.
"Bahwa perbuatan terdakwa Johnny Gerad Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama, dan Muhammad Yusrizki Muliawan, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 8.032.084.133.795,51," kata jaksa penuntut umum (JPU) Sutikno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Dalam persidangan tersebut, jaksa memaparkan bahwa Johnny Gerard Plate menerima uang sebesar Rp 17.848.308.000 atau Rp 17,848 miliar. Selain itu, Anang Achmad Latif selaku direktur utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menerima uang Rp 5 miliar; Yohan Suryanto selaku tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) menerima Rp 453.608.400 atau Rp 453 juta; dan Irwan Hermawan selaku komisaris PT Solitech Media Sinergy didakwa menerima Rp 119 miliar.
Selanjutnya, Windi Purnama selaku direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera menerima Rp 500 juta dan Muhammad Yusrizki selaku direktur PT Basis Utama Prima menerima Rp 50 miliar dan 2,5 juta dolar AS.
Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk paket 1 dan 2 menerima sebesar Rp 2.940.870.824.490 atau Rp 2,9 triliun, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 senilai Rp 1.584.914.620.955,00 atau Rp 1,5 triliun, dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp 3.504.518.715.600,00 atau Rp 3,5 triliun.
"Sesuai dengan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara," ujar Sutikno.
Perbuatan tersebut melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus tersebut, Johnny dan lima orang lainnya telah ditetapkan sebagai terdakwa. Yakni Achmad Latif (AAL), Galubang Menak, Yohan Suryanto (YS), Mukti Ali (MA), dan Irwan Hermawan (IH); sementara Windi Purnama dan Yusrizki Muliawan masih berstatus sebagai tersangka.