Jumat 30 Jun 2023 22:27 WIB

Aktivis Ungkap Remaja Prancis Ditembak Polisi karena Etnisnya

Hal yang belum Macron izinkan sampai adalah menerapkan status keadaan darurat.

Kerusuhan terjadi di Prancis setelah remaja bernama Nahel ditembak mati oleh polisi pada Selasa (27/6/2023) di daerah pinggiran Paris, Nanterre, setelah dia melanggar undang-undang lalu lintas
Foto: AP
Kerusuhan terjadi di Prancis setelah remaja bernama Nahel ditembak mati oleh polisi pada Selasa (27/6/2023) di daerah pinggiran Paris, Nanterre, setelah dia melanggar undang-undang lalu lintas

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Penembakan Nahel M, remaja Prancis berusia 17 tahun oleh polisi hingga tewas memicu aksi massa berujung kerusuhan. Semua tergerak menuntut keadilan. Hala Bounadi Ja-Rachedi, aktivis sosial, mengungkapkan Nahel ditembak karena asalnya, etnisnya. 

Menurut dia, warga dengan kulit berwarna menghadapi sesuatu yang menjadi lingkaran tak terputus. ‘’Ini terjadi lagi dan lagi di Prancis,’’ katanya kepada Aljazirah dari Paris, Jumat (30/6/2023). Polisi membunuh anak-anak, orang dewasa, kulit berwana.

‘’Kami punya anak muda, Nahel masih remaja. Dia orang Prancis tetapi jika dilihat asalnya atau etnisnya, dia juga Afrika Utara. Itulah mengapa dia ditembaik polisi,’’ ungkap Ja-Rachedi. Anak-anak muda ini ingin merasa bebas bergerak. ‘’Mereka hanya inginkan hak yang sama.’’

Ja-Rachedi menambahkan, dirinya dan yang lainnya sebagai aktivis, kulit berwarna, orang-orang yang tinggal di suburban ‘’Marah dan lelah dengan semua ini.’’ 

Secara terpisah, koresponden Aljazirah, Natacha Butler, yang melaporkan dari Nanterre, menyatakan Presiden Emmanuel Macron meminta para orang tua berbicara dengan anak-anaknya dan mencoba serta membujuk mereka untuk tetap tinggal di dalam rumah. 

Macron menyampaikan permintaan itu setelah bertemu dengan para menterinya dalam rapat darurat untuk membicarakan cara menghentikan kerusuhan. ‘’Polisi menyatakan mereka yang terlibat kekerasan masih sangat muda, umurnya antara 14 dan 18 tahun.’’

Menurut polisi, mereka tampak sangat terorganisasi dan termotivasi dalam melakukan aksi. Macron menuturkan, sepertiga dari 875 orang yang ditangkap polisi karena terlibat dalam kerusuhan usianya masih sangat muda. 

‘’Ini tanggung jawab orang tua untuk membuat mereka tetap tinggal di rumah. Ini bukan pekerjaan negara menggantikan posisi orang tua,’’ katanya menegaskan. Macron menyatakan pula akan lebih banyak polisi dikerahkan di seluruh negeri. 

Hal yang belum Macron izinkan sampai saat ini adalah menerapkan status negara dalam keadaan darurat. 

Pada Kamis malam, Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin meningkatkan pengerahan polisi menjadi 40 ribu personel. Sebanyak 249 personel terluka. Menteri Energi Agnes Pannier-Runacher menyatakan sejumlah staf perusahaan energi, Enedis juga terluka. 

Kementerian Dalam Negeri mengumimkan, 79 pos polisi diserang pada Kamis malam, serangan juga terjadi pada 119 bangunan publik termasuk 34 aula kota dan 28 sekolah. 

Kekerasan pecah di Marseille, Lyon, Pau, Toulouse, Lille, juga beberapa bagian di Paris, termasuk suburban kelas pekerja Nanterre, lokasi Nahel ditembak mati polisi pada Selasa lalu.

 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement