Selasa 18 Jul 2023 17:05 WIB

Pemerintah Percepat Eliminasi Tuberkulosis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, pemerintah terus berupaya mempercepat eliminasi penyakit tuberkulosis atau TB di Tanah Air. Upaya ini, kata dia, dilakukan melalui berbagai langkah, mulai dari menggencarkan surveilans atau deteksi, pengobatan, hingga pemberian vaksin.

Apalagi, saat ini Indonesia merupakan negara dengan pengidap TB terbesar kedua di dunia setelah India dengan jumlah kasus diperkirakan mencapai 969 ribu.

Baca Juga

"Di Indonesia diestimasi setiap tahun ada 969 ribu masyarakat kita yang terkena TB dan sampai sebelum Covid paling banyak bisa teridentifikasi 545 ribuan. Jadi sisanya 400 ribu itu enggak terdeteksi, padahal ini penyakit menular, bisa menular ke mana-mana," ungkap Menkes Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/7/2023).

Karena itu, sejak akhir 2022 pemerintah telah melakukan akselerasi pendeteksian sehingga saat ini bisa mendeteksi sekitar 720 ribu pengidap dari sebelumnya hanya sekitar 540 ribu. Menkes berharap angka tersebut bisa naik menjadi 90 persen dari estimasi 969 ribu pengidap TB.

"Sekarang dengan agresivitas dari program pemerintah, naik, yang ketemu atau yang terdeteksi naik menjadi 720 ribu. Kita harapkan sampai 2024 nanti 90 persen dari estimasi yang 969 ribu bisa ketemu atau bisa terdeteksi," imbuhnya.

Untuk meningkatkan angka deteksi tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Menkes agar bekerja sama dengan Menteri Dalam Negeri serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Jokowi juga meminta agar disiapkan karantina khusus berdekatan dengan lokasi di mana tuberkulosis itu terjadi. Selain agar tidak menular ke keluarga pengidap, karantina juga diharapkan bisa menjadikan pasien pengidap TBC disiplin meminum obat karena pengobatan TBC berlangsung dalam waktu enam bulan dengan minimal dua bulan penuh sampai obatnya bereaksi.

"Jadi selama dua bulan dia tidak menularkan keluarganya, dimasukkan ke karantina khusus. Saya disuruh kerja sama dengan Menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) di bawah koordinasi Menko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) agar bisa tidak menular, dan diberikan obat, dipastikan dua bulan dia minum obat terus," jelasnya.

Sementara terkait vaksinasi, pemerintah saat ini tengah melakukan kajian untuk mendatangkan vaksin TB baru karena vaksin BCG efektivitasnya dinilai rendah. Menurut Menkes, saat ini Indonesia telah berpartisipasi aktif dengan organisasi dunia dan telah ada tiga potensi vaksin baru yang akan pemerintah datangkan.

"Yang paling dekat adalah vaksin yang ditemukan oleh Glaxosmithkline (GSK), kemudian diambil alih oleh Bill and Melinda Gates Foundation, sekarang sedang dalam proses untuk melakukan clinical trail di Indonesia, bekerja sama Kemenkes dengan UI (Universitas Indonesia), dan Universitas Padjadjaran, dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," ungkapnya.

"Ada dua lagi kandidat vaksin mRNA yang kita bekerja sama dengan pihak luar negeri supaya bisa, kalau mRNA kan lebih cepat kayak Pfizer dan Moderna. Jadi ada tiga kandidat vaksin TB baru yang sedang kita kaji penggunaannya,"" lanjut Menkes.

Mengenai alokasi anggaran, Menkes menyebut telah mendapatkan donasi dari sejumlah pihak seperti dari USAID yang nilainya mencapai 70 juta dolar AS untuk program pengentasan TB. Anggaran tersebut digunakan tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh lembaga-lembaga masyarakat untuk membantu mengentaskan TB.

"Jadi khusus untuk TB, dari sisi anggaran enggak masalah, selain anggaran pemerintah yang ada, tapi donasinya jauh lebih besar daripada anggaran pemerintah sendiri," kata Menkes.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement