REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berharap masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang telah diubah menjadi lima tahun, tidak berlaku pada periode sekarang melainkan pada periode selanjutnya.
"MAKI tetap berharap masa jabatan lima tahun berlaku periode selanjutnya karena yang sekarang tidak berprestasi, kontroversial, dan melanggar kode etik," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Menurut Boyamin, performa pimpinan KPK saat ini belum maksimal, sementara salah satu asas hukum adalah kemanfaatan. "Asas hukum adalah salah satunya kemanfaatan, lainnya keadilan dan kepastian hukum. Tidak berprestasi dan melanggar kode etik, maka tidak bermanfaat, sehingga tidak perlu diperpanjang (masa jabatannya)," katanya.
Selain itu, MAKI juga menilai bahwa perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK pada periode sekarang akan membebani lembaga antirasuah tersebut. Sehingga, pihaknya mengkhawatirkan proses pemberantasan korupsi akan terhambat dan berujung anjloknya indeks persepsi antikorupsi.
"Dengan tidak diperpanjang satu tahun periode ini, maka akan segera dipilih pimpinan baru yang masih segar. Sehingga, setidaknya KPK tidak akan makin terpuruk dan bisa diharapkan lebih berprestasi," kata Boyamin.
Namun demikian, Boyamin mengatakan MAKI akan menghormati apa pun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal masa jabatan pimpinan KPK.
"Apa pun putusan MK, maka kami hormati. Setidaknya, ini untuk menghentikan polemik tentang masalah periode pimpinan KPK lima tahun dapat diakhiri dan segera mendapat kepastian untuk menghindari kekosongan hukum jabatan pimpinan KPK yang bisa jadi akan dipermasalahkan para tersangka pelaku korupsi yang ditangani KPK," katanya.
Sebelumnya, Kamis (25/5), majelis hakim MK menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak konstitusional dan mengubahnya menjadi lima tahun.
Ketua MK Anwar Usman menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang semula berbunyi: "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam menyampaikan pertimbangan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.
Atas putusan MK tersebut, MAKI mengajukan uji materi dengan pokok permohonan meminta majelis hakim konstitusi menyatakan ketentuan masa jabatan lima tahun berlaku untuk periode berikutnya.
"MAKI bersama seorang advokat Christophorus Harno telah mengajukan uji materi bahwa ketentuan masa jabatan lima tahun berlaku untuk periode berikutnya, bukan berlaku periode sekarang dengan alasan hukum tidak berlaku surut," ujar Boyamin.
Dikutip dari laman web resmi MK, hasil putusan uji materi dengan Nomor Perkara 68/PUU-XXI/2023 itu akan disampaikan pada sidang yang akan digelar pada Selasa, pukul 13.00 WIB.