REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan Ismail Thomas (IT) anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai tersangka, Selasa (15/8/2023). Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan politikus PDI Perjuangan itu sebagai tersangka terkait kepemilikan dan izin palsu pertambangan batubara PT Sendawar Jaya di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim).
Ismail, adalah bupati dua periode di Kutai Barat 2006 sampai 2016. Namun penetapan Ismail sebagai tersangka oleh Jampidsus ini, terkait dengan perannya sebagai anggota DPR. Penetapan Ismail sebagai tersangka oleh penyidikan Jampidsus ini, pun rekor pertama Kejakgung dalam menetapkan anggota DPR aktif sebagai tersangka dugaan korupsi.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana menerangkan, Ismail ditetapkan tersangka Pasal 9 UU Tipikor 31/1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. “Atas perannya itu penyidik menetapkan IT sebagai tersangka, dan melakukan penahanan,” begitu ujar Ketut di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Selasa (15/8/2023). Tersangka IT sementara ini ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejakgung.
Ketut menjelaskan, kasus yang menyeret politus PDI Perjuangan ini terkait dengan sengketa lahan sitaan terpidana Heru Hidayat (HH) dalam perkara korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya 2010-2019. Dalam kasus yang merugikan negara Rp 16,8 triliun itu, Kejakgung ada melakukan penyitaan terhadap aset tambang batubara PT Gunung Bara Utama (GBU) pada 2019. Tambang tersebut luasnya mencapai 5.350 hektare (Ha). Tambang tersebut pada Kamis (8/6/2023) lalu, sudah dilakukan lelang eksekusi dan terjual senilai Rp 1,94 triliun.
Pembeli, dari pemenang lelang aset tambang sitaan tersebut, adalah PT Indobara Utama Mandiri. Kejakgung, pada waktu itu menyampaikan pelepasan harga lelang aset terpidana Heru Hidayat tersebut, untuk mengganti kerugian negara dari kasus korupsi dan TPPU Jiwasraya.
Terpidana Heru Hidayat, bos PT Trada Alam Minera (TRAM) itu dalam kasus Jiwasraya inkrah dihukum pidana penjara selama seumur hidup. Dan dihukum mengganti kerugian negara senilai Rp 10,8 triliun.
Akan tetapi, selepas pelepasan lelang PT Gunung Bara Utama tersebut, muncul gugatan keperdataan dari sejumlah pihak. Gugatan tersebut terkait dengan klaim kepemilikan lahan tambang aset sitaan yang terjual itu.
Salah satu pihak yang menggugat adalah PT Sendawar Jaya. Gugatan keperdataan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) berakhir dengan keputusan agar Kejakgung mengembalikan lahan PT Gunung Bara Utama yang sudah terjual ke PT Indobara untuk dikembalikan ke PT Sendawar Jaya.
Namun putusan keperdataan itu, dilawan Kejakgung ke tingkat banding. Di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, majelis hakim menganulir putusan peradilan tingkat pertama itu. Dan saat ini, kata Ketut melanjutkan, proses hukum terkait adu kepemilikan lahan tersebut di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) masih berlangsung.
“Di tahap pertama kita kalah, selanjutnya kita menang, di tahap selanjutnya ini masih proses peradilan dan kita ketemukan yang bersangkutan (Ismail Thomas) salah satu orang yang melakukan, membuat dokumen-dokumen palsu terkait dengan kepemilikan dan dokumen izin pertambangan PT Sendawar Jaya,” begitu sambung Ketut.
Dari penyidikan di Jampidsus, diketahui kepemilikan lahan PT Sendawar Jaya itu dipalsukan oleh Ismail Thomas yang diumumkan menjadi tersangka, Selasa (15/8/2023). Kata Ketut melanjutkan, selain Ismail Thomas, dalam penyidikan di Jampidsus, juga terungkap ada dua pihak swasta lainnya yang turut membantu dalam pembuatan hak kepemilikan, dan izin palsu pertambangan PT Sendawar Jaya. Akan tetapi, kata Ketut, untuk awalan, penyidik menjerat Ismail Thomas sebagai tersangka. “Ada dua pihak lagi yang diduga turut serta dengan tersangka IT ini. Karenanya, kita juncto-kan dia dengan Pasal 55 KUHP,” begitu kata Ketut.