REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Saranjana belakangan ini viral di media sosial lantaran munculnya film yang konon didasarkan kisah nyata kepercayaan penduduk kota gaib bernama Saranjana. Saat ini, trailer film tersebut sudah ditonton puluhan ribu orang dan siap meluncur di bioskop pada Oktober nanti.
Sebelum film dibuat, Saranjana juga pernah viral pada awal tahun. Ini berawal dari foto wisatawan yang sedang berpose di Bukit Mamake, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Tampak di belakang wisatawan itu terlihat seperti adanya gedung-gedung modern. Banyak warganet kala itu yang mengaitkannya dengan Saranjana.
Saranjana dikenal sebagai kota tak kasat mata. Sebab, kota tersebut tidak tercatat di peta Indonesia. Keberadaannya hanya berdasarkan keyakinan masyarakat setempat.
Bagi mereka, Saranjana adalah kota gaib, tidak bisa dilihat oleh orang awam. Hanya orang-orang yang memiliki kemampuan mata batin yang bisa melihatnya. Diyakini, meskipun kota gaib, Saranjana merupakan kota yang maju dan modern.
Dirangkum dalam berbagai sumber, meskipun tidak ada dalam peta Indonesia, Saranjana pernah tercatat di peta kuno. Saranjana memang pernah ada di wilayah Kalimantan Selatan, tepatnya di Desa Oka-oka, Kecamatan Pulau Laut Kelautan, Kota Baru.
Beberapa bukti yang mencatat nama Saranjana adalah peta Salomon Muller 1845, peta Isaac Dornseiffen 1868, kamus Pieter Johannes Veth 1868, dan Sketch Map of the Residency Southern and Eastern Division of Borneo 1913. Menurut sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Mansyur, ada beberapa lokasi Saranjana.
Dalam studinya berjudul Saranjana in Historical Record: The City's Invisibility in Pulau Laut, South Kalimantan, versi pertama adalah keberadaan Saranjana di Kotabaru. Versi kedua terletak di teluk Tamiang, Pulau Laut dan versi ketiga di sebuah bukit kecil yang terletak di Desa Oka-oka.
Selain itu, Mansyur juga menyinggung soal nama Saranjana yang dikaitkan dengan legenda Gunung Sebatung. Dikisahkan Pulau Laut dulu dikuasai Kerajaan Halimun yang dipimpin oleh Raja Pakurindang.
Sang raja memiliki dua anak yakni Sambu Ranjana dan Sambu Batung yang sering berkelahi. Untuk mengakhiri pertengkarannya, sang raja akhirnya membagi kekuasaan untuk anaknya.
Sambu Batung menguasai alam manusia yang menjelma menjadi Gunung Sebatung. Sementara saudaranya, Sambu Ranjana menguasai alam gaib dengan membangun Kota Saranjana.