Selasa 19 Sep 2023 23:19 WIB

Konten Porno Marak, KPAI Minta Polisi Usut Penyebarnya Hingga ke Akar

Masyarakat Indonesia perlu bersatu dalam upaya memberantas konten pornografi.

Red: Qommarria Rostanti
Antipornografi (ilustrasi). KPAI berharap pemerintah melalui Kepolisian bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkap penyebar konten pornografi hingga akarnya.
Foto: ROL
Antipornografi (ilustrasi). KPAI berharap pemerintah melalui Kepolisian bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkap penyebar konten pornografi hingga akarnya.

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap pemerintah melalui Kepolisian bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkap penyebar konten pornografi hingga akarnya.

Baca Juga

"Kami berkepentingan mengetahui sejauh mana produksi konten itu. Menyasar pada pasar anak-anak atau mungkin merekrut aktor-aktor anak?," kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Selasa (19/9/2023).

Dia menegaskan, tidak boleh berhenti dari sekadar membongkar kasus pornografi. "Tetapi harus diusut sampai ke akar,” katanya.

Selain itu, Ai juga menjelaskan pemerintah harus memperketat pengawasan aspek literasi digital yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. "Indonesia memang sudah memiliki UU Pornografi dan juga UU Perlindungan Anak," katanya.

Tetapi, jika dikonfirmasi dengan data yang tercatat di KPAI, masalah pornografi ini masih menjadi problem utama. "Top five-nya adalah anak-anak sebagai korban pornografi,” kata Ai.

Menurut dia, pemahaman akar masalah yang mendasari maraknya sebuah konten pornografi juga diperlukan. "Selain UU dan literasi digital, integrasi pendidikan seksual di sekolah juga harus dilakukan secara masif, termasuk di sektor pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak dari Kominfo yang bertanggung jawab atas literasi digital.” katanya.

Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengatakan, pornografi telah menjadikan tubuh perempuan sebagai komoditas untuk diumbar atau dieksploitasi. Komnas Perempuan mencatat, dalam kasus pornografi, perempuan merupakan kelompok paling rentan direviktimisasi.

Bagi Rainy, pembuatan konten porno ini sangat terkait dengan hukum penawaran dan permintaan. Karena itu pembuatan-pembuatan konten tersebut dapat diselesaikan jika tidak ada peminatnya. 

“Sebab itu literasi digital merupakan hal penting di era digital ini. Sudah saatnya pemerintah mengevaluasi pendidikan publik terkait kesadaran dan kecerdasan digital, dimulai dalam keluarga,” ujarnya.

Rainy menjelaskan, kasus rumah produksi film dewasa di Jakarta Selatan adalah peringatan (alarm) bagi kita semua. "Masyarakat Indonesia perlu bersatu dalam upaya memberantas konten pornografi, demi melindungi generasi muda, menjaga integritas dan moralitas, serta memastikan masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini," kata Rainy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement