REPUBLIKA.CO.ID, KABUPATEN BOGOR -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memiliki ketahanan yang memadai terhadap gejolak harga minyak mentah global.
"Pemerintah terus melakukan exercise. Seperti di awal tahun lalu, Januari kami sudah lakukan stress testing untuk melihat apakah APBN akan terdampak signifikan dari pergerakan harga minyak," kata Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Abdurrohman saat media gathering Kementerian Keuangan (Kemenkeu), di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Abdurrohman mengamini harga minyak terus mengalami gejolak. Peperti pada 2022 lalu harga minyak sempat menyentuh 120 dolar AS per barel.
Namun, Pemerintah Indonesia yakin harga minyak tidak akan bertahan di titik tinggi untuk waktu yang lama. Karena permintaan akan terus menurun seiring dengan kenaikan harga. Menimbang hal tersebut, Abdurrohman memperkirakan harga minyak tahun depan tidak akan mencapai 100 dolar AS per barel.
Meski begitu, pemerintah tetap mempersiapkan berbagai skenario antisipasi kebijakan untuk menjaga ketahanan APBN dari risiko gejolak harga komoditas. "Mungkin beberapa pekan ke depan atau awal tahun nanti akan kita lihat. Kalau pergerakannya signifikan, kita akan lihat beberapa skenario yang memungkinkan," ujar Abdurrohman.
Pada sisi lain, kata dia lagi, kenaikan harga minyak juga bisa berimplikasi positif terhadap penerimaan negara. Kenaikan harga minyak biasanya diikuti oleh komoditas lain di mana Indonesia menjadi eksportir. Oleh sebab itu, meski dari sisi belanja mengalami kenaikan, namun sisi penerimaan juga relatif tinggi.
"Karena memang harga komoditas lain juga harganya mengikuti. Jadi, dari sisi revenue kita masih mendapat net gain dari kenaikan itu," kata dia lagi.
Pemerintah dengan DPR RI menyepakati harga minyak mentah 82 dolar AS per barel pada UU APBN 2024. Selain harga minyak, asumsi dasar makro lainnya yang disepakati adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi terkendali sebesar 2,8 persen, nilai tukar rupiah Rp 15 ribu per dolar AS, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 6,7 persen, serta lifting minyak 635 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1,033 juta barel setara minyak per hari.