Ahad 15 Oct 2023 19:45 WIB

Geothermal di Kaki Gunung Talang Dipastikan tidak Ganggu Aktivitas Masyarakat

Geothermal di Kaki Gunung Talang tidak akan mengganggu lahan pertanian.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Nora Azizah
Geothermal yang akan beradai di Kaki Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, dipastikan tidak akan mengganggu aktivitas dan kahan pertanian masyarakat.
Foto: Dok Pertamina Geothermal Energy
Geothermal yang akan beradai di Kaki Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, dipastikan tidak akan mengganggu aktivitas dan kahan pertanian masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLOK -- Sebagian kecil masyarakat di kawasan kaki Gunung Talang masih khawatir bila proyek geothermal atau pembangkit listrik tenaga panas bumi berjalan. Masyarakat khawatir berjalannya proyek tersebut akan mengganggu lahan pertanian, bahkan masyarakat berpikir mereka akan dipindahkan dari tempat tinggal mereka saat ini. 

Wakil Bupati Solok Jon Firman Pandu, mengatakan, sebenarnya proyek geothermal di Gunung Talang bisa terlaksana dan tidak mengganggu aktivitas pertanian masyarakat. 

Baca Juga

"Saya sudah studi banding ke daerah lain yang proyek geothermalnya berjalan. Geothermal bisa berdampingan dengan masyarakat. Petani fokus dengan pertaniannya, geothermal berjalan menghasilkan PAD (pendapatan asli daerah), memastikan energi dan menyerap tenaga kerja," kata Jon, dikutip Ahad (15/10/2023).

Jon mencontohkan kabupaten sebelah yakni Kabupaten Solok Selatan yang kini memiliki proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dari proyek itu saja, Jon mengungkapkan, Solsel bisa mendapatkan PAD senilai Rp 70 miliar. Sedangkan dari total PAD Kabupaten Solok, menurut Jon, capaiannya tidak meraih angka Rp 70 miliar. 

"Solok Selatan, dari satu PLTP itu saja, PAD-nya 70 miliar. Sementara kita (Kabupaten Solok) sudah dikumpulkan semua, pajak, restoran, wisata, tidak sampai Rp 70 miliar," ujar Jon. 

Jon meminta masyarakat, khususnya di kenagarian yang akan terkena dampak proyek geothermal, agar tidak perlu takut dan terprovokasi pihak tertentu yang ingin proyek geothermal ini batal. Jon mengatakan sangat disayangkan potensi energi panas bumi di Gunung Talang yang tidak semuanya dimiliki daerah lain tidak tergarap. 

"Kita harus sadar, tidak semua lho daerah punya potensi energi panas bumi. Kita di Solok punya. Kenapa tidak kita maksimalkan itu. Banyak nanti peluang kerja yang akan terserap, baik secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem pembangkit listrik ini," kata Jon lagi. 

Jon menambahkan, Pemkab Solok sudah pernah mengajak para ninik mamak, tokoh masyarakat, tokoh muda di sekitar Gunung Talang melakukan studi banding ke daerah yang berhasil menjalankan proyek geothermal, yakni ke Sumatra Utara dan Solok Selatan. 

Usai studi banding itu menurut Jon, para tokoh dan ninik mamak di kawasan Gunung Talang setuju bahwa geothermal dapat berdampingan dengan kehidupan pertanian masyarakat. 

Jon menyampaikan apresiasi tinggi atas upaya Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM, untuk tanpa lelah mengembangkan potensi panas bumi di Gunung Talang, dari awal hingga akhirnya bisa sukses menyelenggarakan proses tender di tahun 2016, yang menghasilkan komitmen investasi dari Hitay Energy untuk mengelola potensi 65MW di kabupaten berbukit tersebut. Namun dia menyayangkan komunikasi awal saat pihak perusahaan yang akan menggarap geotermal di Gunung Talang tidak baik. 

Saat itu, stakeholder dari Pemkab Solok, menurut Jon, sedikit bersikap arogan kepada masyarakat. Harusnya, kata dia, masyarakat di kawasan Gunung Talang diberikan persuasi dan pemahaman komprehensif tentang potensi energi panas bumi yang tidak akan merusak lingkungan sekitar. 

Jon menyebut sebenarnya bila proyek geothermal di Gunung Talang berjalan, kawasan yang dibutuhkan perusahaan tidak lebih dari dua hektare untuk menggali lobang. 

"Memang untuk membukanya agak luas. Tapi yang dibutuhkan untuk pembangkitnya itu kan hanya dua hektare," kata Jon. 

Jon menilai, hingga saat ini, ada sebagian kecil masyarakat yang menolak masuknya proyek geothermal di kawasan Gunung Talang dinilai karena ada provokasi dari pihak luar. Selain itu, kata dia, ada juga sebagian kecil masyarakat yang termakan dengan provokasi pihak luar itu kemudian berusaha mempengaruhi masyarakat yang lain, di mana mereka ditakut-takuti bila proyek geothermal masuk, lahan pertanian akan rusak, rumah mereka dipindahkan dan akan terjadi bencana alam. 

“Hanya sebagian kecil masyarakat yang menolak. Karena masalah komunikasi saja. ‘Ada Yang Tertinggal’. Begitulah bahasanya. Lalu memprovokasi masyarakat yang lain,” ujar Jon. 

Sebagai Wakil Bupati sekaligus juga anak nagari di Salingka Gunung Talang serta berlatar belakang sebagai petani, Jon mendukung hadirnya pembangunan proyek geothermal. 

“Proyek tersebut tidak akan mengganggu aktivitas pertanian,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement