Rabu 01 Nov 2023 15:08 WIB

Waketum Gerindra Tertawakan Masinton: Masa Sih Keputusan MK Jadi Objek Hak Angket

Hak angket hanya bisa digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menanggapi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memingit Abdul Muhaimin Iskandar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/6/2023).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman menanggapi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memingit Abdul Muhaimin Iskandar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus anggota DPR RI, Habiburokhman, menertawakan anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu yang mengusulkan penggunaan hak angket DPR terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, menurut dia, MK sebagai lembaga yudikatif tidak bisa dijadikan objek hak angket. 

"Ya, saya pikir kita sih tersenyum ya mana tahulah. Masa sih keputusan MK dijadikan objek hak angket, ya kan," kata Habiburokhman kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/11/2023). 

Baca Juga

Dia menjelaskan, hak angket hanya bisa digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah atau lembaga eksekutif. "Yudikatif itu kalau di trias political lembaga lain lagi, nggak bisa jadi objek hak angket," ujarnya.

Habiburokhman mengaku prihatin dengan langkah politik yang diambil Masinton itu. Dia menilai, Masinton mengusulkan sesuatu yang bukan kewenangan DPR hanya demi kepentingan politik. 

"Boleh kita politisi punya sikap politik, punya idealisme politik sendiri yang berbeda satu sama lain, tapi jangan perkosa sistem hukum," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu. 

Sebelumnya, Masinton mengusulkan penggunaan hak angket DPR terhadap MK ketika dia menginterupsi Rapat Paripurna DPR Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (31/10/2023). Dia menilai, putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan dia meyakini keputusan itu dibuat atas kepentingan politik. 

Sebagai gambaran, putusan MK nomor 90 itu mengubah bunyi pasal syarat batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun menjadi: "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". 

Putusan tersebut membukakan jalan bagi putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres pendamping Prabowo. Seusai Gibran didaftarkan ke KPU RI, PDIP mengaku merasa sedih karena ditinggalkan oleh Jokowi dan keluarganya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement