REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah baru saja melaksanakan rapat kerja nasional (rakernas) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kegiatan ini menghasilkan sejumlah solusi untuk mengatasi masalah bangsa.
Ketua Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Trisno Raharjo, mengatakan, ada sederet penyimpangan hukum di Indonesia, termasuk terkait HAM. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menjalankan pendidikan mengenai hukum, khususnya bagi kader Muhammadiyah. "Langkah itu diharapkan bisa menyelesaikan problem di tingkat ranting, cabang, daerah, atau bahkan wilayah," kata dia.
Melalui cara tersebut, permasalahan di berbagai lini dapat diatasi secara mandiri tanpa bantuan dari pusat secara langsung. Selanjutnya, pimpinan pusat akan membantu dalam hal pengawasan dan fasilitas untuk menyelesaikan masalah. Dia berharap dengan adanya forum ini akan ada banyak diskusi-diskusi substantif yang sekaligus menjadi paya menemukan berbagai solusi masalah hukum.
Pada kegiatan ini, turut hadir Busyro Muqoddas. Ia menjelaskan, Muhammadiyah telah berdiri sejak 112 tahun lalu dan memiliki konsep yang disebut dengan Matan Kepribadian. Konsep inilah yang menjadikan anggota Muhammadiyah memiliki sikap dan konsep independen dalam kehidupan.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk unit-unit usaha bisnis muhammadiyah yang bergerak di bidang sosial, pendidikan dan kesehatan. Seperti UMM yang menjadi salah satu kebanggaan Muhammadiyah dengan beragam unit usahanya. Ini menandakan bahwa Muhammadiyah telah mengimplementasikan konsep tersebut untuk kemajuan bangsa.
Adanya forum ini, kata dia, dapat menjadi bekal dalam merumuskan banyak solusi. "Tak hanya itu, bisa juga digunakan sebagai ajang untuk kolaborasi demi membangun bangsa yang semakin baik,” ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima Republika.
Hal serupa juga disampaikan Wakil Rektor IV Kampus Putih UMM, Profesor Sidik Sunaryo. Menurutnya, saat ini ‘kertas’ menjadi bagian penting dari pengelolaan negara. Kertas tersebut bahkan lebih tajam daripada keris atau pedang.
Meskipun begitu, ia menegaskan bahwa kertas tidak identik dengan kualitas, integritas apalagi moralitas. Kertas itu dapat berbentuk undang-undang, perpu, putusan MK, putusan pengadilan dan lainnya. Selanjutnya, 'kertas-kertas' itu menjelma menjadi 'keris Kebo Ijo' dan memberikan efek negatif bagi negara.
"Maka, Muhammadiyah dengan para praktisi dan pakarnya harus berada di garis terdepan untuk menyuarakan dan memperjuangkannya," ucapnya.