REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontroversi pertemuan delapan organisasi kepala desa dan perangkat desa kepada capres Gibran Rakabuming Raka di Indonesia Arena, Jakarta Pusat, Ahad (19/11/2023), hanya untuk menyampaikan aspirasi. Koordinator Nasional Desa Bersatu Muhammad Asri Anas mengeklaim, tindakan para perangkat desa itu bukanlah bentuk kampanye.
Argumen seperti itu tidak dapat diterima oleh Juru Bicara Pemenangan Nasional (Jubir TPN) Ganjar-Mahfud, Haris Pertama. Dia menlai, penyampaian aspirasi kepala dan aparatur desa kepada cawapres Gibran tidak masuk akal.
"Berdasarkan keterangan Koordinator Nasional Desa Bersatu, ia mengaku menyampaikan aspirasi. Ya kalau benar demikian harusnya semua pasangan capres-cawapres diundang. Ini kan namanya sudah praktik politik tidak sehat?" kata Haris menggugat di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Haris juga heran, mengapa Desa Bersatu tidak mengundang kandidat lain untuk menerima aspirasi. "Bagaimana mungkin cawapres Gibran bisa menerima aspirasi aparat desa, padahal dari pencalonan nya saja menuai banyak polemik. Terus, apa sudah yakin menang? Kalau kalah bagaimana?" ucap ketua umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) tersebut.
Menurut Haris, praktik seperti yang dilakukan organisasi Desa Bersatu jelas melanggar aturan dan tidak mengindahkan Undang-Undang (UU) Pemilu maupun UU Desa. "Dukungan para aparatur pemerintahan desa yang memberikan sinyal dukungan kepada pasangan calon Prabowo-Gibran tidak etis dan merusak tatanan demokrasi," ujar Haris.
Meskipun kegiatan itu dilakukan di luar tahapan kampanye, ia menyebut, potensi terjadinya pelanggaran sangat rentan terjadi. Haris juga mempertanyakan literasi hukum seorang cawapres Gibran yang mau menerima aspirasi kepala dan perangkat desa.
"Larangan perangkat desa berpolitik praktis telah tertuang dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Ini jelas aturannya. Kok bisa seorang Cawapres tidak paham aturan, ini bisa jadi cawapres yang punya literasi hukum yang perlu dipertanyakan," ucap Haris.
Dia pun meyakini, masyarakat sebenarnya sudah cerdas menilai pemimpin yang berproses atau yang minim pengalaman. "Jangan bodohi masyarakat dengan drama seperti drakor ini. Pastinya masayarakat saat ini bisa menilai mana calon pemimpin yang berproses dan mana yang karbitan," kata Haris.