REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejumlah laporan belakangan ini menyebut kaum penyuka sesama jenis atau kerap disebut LGBTQ+ menjadi penyumbang kasus terbanyak HIV. Ini melebihi kasus HIV karena penularan ibu ke anak dan jarum suntik. Benarkah risiko terpapar HIV hanya menyerang kelompok tertentu saja?
Peneliti Utama Health Collaborative Center (HCC) dr Ray Wagiu Basrowi mengatakan pada kenyataannya, semua orang memiliki risiko yang sama terhadap terpaparnya dengan HIV karena perilaku seksual. Sebab, penularan HIV paing mudah melalui hubungan seksual.
"Ketika bicara penularan lewat hubungan seksual, seksual preference apa pun risikonya sama. Memang ada beberapa kelompok yang kecenderungan perilaku seksualnya lebih berisiko. Tapi statistik dan penelitian menunjukkan pada akhirnya semua orang yang aktif secara seksual memiliki risiko yang sama apabila tidak berhubungan aman," kata Ray yang juga merupakan anggota pengurus Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2023).
Beberapa laporan terakhir menyoroti kecenderungan peningkatan tren kasus baru, kasus infeksi HIV pada salah satu populasi, yaitu kalangan lelaki seks dengan lelaki (LSL). Ada beberapa penelitian juga yang mengungkapkan populasi LSL masih memiliki potensi melakukan kecenderungan berhubungan seksual lebih dari satu pasangan dengan tidak aman. Namun, Ray menekankan hal ini juga terjadi pada populasi lain, seperti ibu rumah tangga. "Jadi narasi populasi kunci itu harus dinyatakan pada semua orang yang secara seksual aktif dan tidak melakukan perilaku seksual aman risikonya akan sama," ujarnya.
Para ibu rumah tangga yang beraktivitas kebanyakan di rumah tetap bisa tertular dari pasangannya yang secara seksual aktif dan tidak melakukan hubungan seksual aman. Selain itu, ada juga metode penularan lain yang juga berkontribusi pada jumlah kasus HIV, yaitu jarum suntik. "Pada akhirnya semua orang memiliki risiko sama dan semua orang punya kontrol untuk mencegah dengan kekuatan kontrol yg sama," ucapnya.