Selasa 12 Dec 2023 16:30 WIB

Sore Ini Majelis Umum PBB Gelar Sidang Darurat untuk Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

AS memveto resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Sidang Majelis Umum PBB (ilustrasi).
Foto: AP Photo/Jeenah Moon
Sidang Majelis Umum PBB (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis Umum PBB akan mengadakan sidang khusus darurat pada Selasa (12/12/2023) untuk membahas situasi kritis di Jalur Gaza. Hal ini menyusul permintaan resmi Mesir dan Mauritania, yang menggunakan Resolusi 377 atau dikenal sebagai “Bersatu untuk Perdamaian”.

Palestine Chronicle melaporkan, dalam suratnya kepada Presiden Majelis Umum, Dennis Francis, Mesir dan Mauritania dalam kapasitasnya masing-masing sebagai ketua Kelompok Arab dan Kelompok Organisasi Konferensi Islam di PBB, mengatakan, Majelis Umum harus segera bersidang untuk mengatasi permasalahan krisis kemanusiaan di Gaza sesuai dengan resolusi 377 (V) (1950).

Baca Juga

Surat tersebut menyatakan, saat ini pelanggaran berat sedang berlangsung terhadap hukum internasional, termasuk hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia, dan pelanggaran terhadap resolusi PBB yang relevan di Wilayah

Pendudukan Palestina, termasuk wilayah Timur Yerusalem, khususnya di Jalur Gaza. Situasi di wilayah Palestina itu terus memburuk secara dramatis.

Permintaan tersebut menyusul veto oleh Amerika Serikat pada Jumat (8/12/2023) yang memblokir resolusi Dewan Keamanan untuk menyerukan gencatan senjata kemanusiaan secepatnya di Gaza. Resolusi 377 memberi wewenang kepada Majelis Umum untuk bertindak jika Dewan Keamanan gagal menjalankan tanggung jawabnya untuk menjaga keamanan dan perdamaian internasional.

Surat tersebut menekankan bahwa, Israel terus melakukan agresi militer dan pengepungan terhadap penduduk sipil Palestina. Agresi tersebut telah membunuh dan melukai ribuan anak-anak, perempuan dan laki-laki Palestina.

Surat itu menambahkan, agresi Israel telah memaksa lebih dari 1,9 juta orang mengungsi, merusak akses dan kemampuan lembaga-lembaga kemanusiaan, termasuk UNRWA, untuk melaksanakan mandat mereka, dan menghambat bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.

"Situasi ini membahayakan lebih banyak nyawa warga sipil, berisiko memperburuk situasi yang sudah menjadi bencana serta mengancam perdamaian, keamanan regional dan internasional," kata pernyataan dalam isi surat itu.

Paus Fransiskus menyetujui permintaan tersebut dan mengumumkan bahwa ia akan mengadakan rapat pleno ke-45 dari sesi khusus darurat kesepuluh Majelis Umum pada Selasa. Pertemuan dan pemungutan suara Dewan Keamanan pada Jumat (8/12/2023) lalu merupakan tanggapan terhadap surat Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang menggunakan Pasal 99 Piagam PBB.

Hal ini memungkinkan seorang sekjen PBB untuk menyampaikan ancaman yang ia lihat terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Gutteres memperingatkan adanya bencana kemanusiaan di Gaza dan mendesak dewan tersebut untuk menuntut gencatan senjata kemanusiaan.

Guterres mengatakan, dia mengangkat Pasal 99 karena ada risiko tinggi terjadinya keruntuhan total sistem dukungan kemanusiaan di Gaza. Pasal ini belum pernah digunakan di PBB sejak tahun 1971. PBB memperkirakan krisis kemanusiaan di Gaza akan mengakibatkan gangguan total ketertiban umum dan meningkatnya tekanan untuk melakukan pengungsian massal ke Mesir.

"Gaza berada pada titik puncaknya dan orang-orang yang putus asa berada dalam risiko kelaparan yang serius," kata Guterres.

Serupa dengan resolusi Dewan Keamanan, rancangan resolusi

Majelis Umum tidak menyebutkan Hamas atau serangan 7 Oktober terhadap Israel.Resolusi itu mengungkapkan keprihatinan besar atas situasi kemanusiaan yang sangat buruk di Jalur Gaza dan penderitaan penduduk sipil Palestina. Resolusi tersebut mengatakan bahwa rakyat Palestina dan Israel harus dilindungi sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional.

Selain gencatan senjata kemanusiaan, resolusi tersebut menuntut agar semua pihak mematuhi hukum kemanusiaan internasional. Terutama yang berkaitan dengan perlindungan warga sipil, pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat, serta memastikan akses kemanusiaan di Gaza.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, sebanyak 17.997 warga Palestina telah terbunuh dan 49.229 orang terluka dalam genosida Israel yang dimulai 7 Oktober. Perkiraan Palestina dan internasional menyebutkan bahwa mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement