REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pejabat senior pemerintah Korea Selatan (Korsel) mengatakan Korea Utara (Korut) mungkin akan kembali menggelar ujicoba rudal balistik antar-benua (ICBM) pada bulan ini. Pernyataan penasihat keamanan nasional Korsel Kim Tae-hyo ini disampaikan sebelum bertemu pejabat Amerika Serikat (AS).
Korsel dan AS menggelar pertemuan dalam merespons ancaman senjata nuklir Korut. Kim Tae-hyo menolak menjelaskan lebih lanjut pernyataanya. Tapi ia mengatakan rudal balistik Korut menjadi fokus strategi "perluasan pencegahan" Washington.
"Memperluas tindak pencegahan adalah tentang mencari cara untuk menghentikan (serangan nuklir) lebih awal dan pasti, dan kini, pada Desember, saya yakin Korut kemungkinan akan meluncurkan ICBM," katanya di Washington, Kamis (15/12/2023).
Kim menambahkan rudal balistik Korut merupakan ancaman nuklir terlepas dari jangkauannya karena rudal tersebut dapat membawa hulu ledak nuklir.
Korut mengembangkan dan menguji coba berbagai rudal balistik yang dapat menjangkau target di Korsel, Jepang, dan AS. Pemerintahan Presiden Korsel Yoon Suk yeol meningkatkan upaya untuk meningkatkan pertahanannya terhadap Korut dengan fokus pada penggunaan aset militer strategis AS, termasuk senjata nuklir, jika terjadi perang.
Kim berada di Washington untuk putaran kedua perundingan Kelompok Konsultasi Nuklir (NCG) pada Jumat (15/12/2023). Diskusi tingkat tinggi antara para pemimpin Korsel dan AS yang bertujuan untuk mengkoordinasikan strategi perluasan pencegahan serangan nuklir.
Kim juga mengatakan usulan program berbagi data real-time tentang rudal Korut antara Korsel, Jepang dan AS sedang dalam tahap penyelesaian. Ia menambahkan program ini akan segera resmi diumumkan.
Pada Juli lalu Korut menguji coba rudal balistik jarak jauh yang menurut para analis merupakan peluncuran ICBM berbahan bakar padat yang terbang pada lintasan yang tinggi dan mencapai ketinggian 6.648 kilometer (4131 mil) sebelum jatuh ke laut di sebelah timur Semenanjung Korea.
Pada bulan November, Korut meluncurkan satelit pengintai militer pertamanya dengan menggunakan kendaraan peluncur ruang angkasa dua tahap. Peluncuran ini mengundang kecaman dari Korsel dan Amerika Serikat karena menggunakan teknologi rudal balistik yang dilarang resolusi Dewan Keamanan PBB.