REPUBLIKA.CO.ID, PARIS— Sudah waktunya mengupayakan gencatan senjata di Gaza, dan menghukum pemukim ilegal Yahudi yang mengancam perdamaian di Tepi Barat, kata Presiden Prancis, Kamis (21/12/2023).
Berbicara di pangkalan militer tempat tentara Prancis ditempatkan di Yordania, Emmanuel Macron mengatakan pada wartawan bahwa stabilitas keamanan "di bawah ancaman."
"Saya tidak melupakan tragedi kemanusiaan di Gaza," kata Macron, menekankan bahwa gencatan senjata di wilayah kantong yang terkepung harus dilakukan untuk membuka kembali "cakrawala politik."
Menekankan bahwa sudah waktunya untuk menghukum para pemukim Yahudi yang mengancam perdamaian di Tepi Barat, dia mengatakan negaranya sedang berusaha mencegah konflik di wilayah tersebut menyebar lebih jauh.
Dia mengatakan "setiap nyawa tak berdosa yang dicuri adalah sumbangan bagi fanatisme hari ini dan besok."
"Ancaman Houthi terhadap kebebasan navigasi di Laut Merah tidak dapat diterima," katanya, mengacu pada serangan kelompok tersebut terhadap kapal-kapal komersial yang dikatakan terkait dengan Israel, dan menambahkan bahwa terdapat tentara Prancis di banyak negara di wilayah tersebut.
Sementara itu, Seorang diplomat Amerika Serikat (AS) mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh para pemukim di Tepi Barat, Selasa (19/12/2023), dan menuntut agar Israel "berbuat lebih banyak" untuk menghentikan serangan.
"Seperti yang ditekankan oleh Koordinator Khusus Wennesland, peristiwa yang terjadi di Tepi Barat selama setahun terakhir telah menjauhkan kita dari kenyataan tersebut," kata Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood, kepada Dewan Keamanan PBB.
Dalam pernyataan itu, ia menyebut Tor Wennesland, yang adalah Koordinator Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Proses Perdamaian Timur Tengah.
Wood juga mengacu pada kenyataan yang dia maksud tersebut pada halangan-halangan untuk mewujudkan negara Palestina yang merdeka. "Itu termasuk pembangunan permukiman yang sedang berlangsung di Tepi Barat, yang melemahkan kemungkinan tersebut," kata Wood.
Amerika Serikat juga mengutuk "serangan kekerasan ini. "Kami yakin para pelaku harus mempertanggungjawabkan aksi mereka itu," katanya, menegaskan.
Wood juga menegaskan, pihaknya telah berulang kali menggarisbawahi kepada Israel bahwa mereka juga harus berbuat lebih banyak untuk menyelidiki kekerasan ini dan meminta pertanggungjawaban para pemukim ekstremis yang melakukan tindakan tersebut.
"Lebih dari itu, pejabat Israel tidak boleh memperparah kekerasan ini dengan retorika yang menghasut dan tidak manusiawi, karena kita telah melihat bagaimana kata-kata mempunyai konsekuensi tidak hanya di Tepi Barat tetapi juga di seluruh dunia," katanya, menambahkan.
Israel telah menggempur Jalur Gaza sejak serangan 7 Oktober yang dilakukan oleh Hamas, yang menewaskan hampir 20 ribu warga Palestina yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan melukai lebih dari 52 ribu orang lainnya, menurut otoritas kesehatan di wilayah kantong tersebut.
Juga terjadi kerusakan luas pada rumah-rumah dan infrastruktur lainnya, selain kekurangan makanan, air dan obat-obatan. Israel mengatakan bahwa 1.200 orang tewas dalam serangan Hamas pada 7 Oktober.