REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang tahun 2024, Indonesia harus terbebas dari kasus-kasus pelecehan dan kekerasan terhadap santri. Sebab sepanjang 2023 saja, kasus demikian kerap menimpa santri dan santriwati di pesantren.
Pendakwah nasional yang sekaligus Pembina Yayasan Pesantren Ramah Anak (YPRA), KH Rakhmad Zailani Kiki atau biasa disapa Ustaz Kiki mengatakan, Indonesia belum terbebas dari kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap santri.
"Sejauh ini, masih saja terjadi kekerasan terhadap anak santri, seperti beberapa santriawati yang mengalami pelecehan seksual oleh oknum kyai di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur yang menjadi catatan tersendiri oleh bagi kami YPRA (Yayasan Pesantren Ramah Anak)," kata Ustaz Kiki dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (31/12/2023).
Berdasarkan data YPRA, sepanjang tahun 2023 kasus kekerasan terhadap santri, baik kekerasan yang bersifat fisik maupun kekerasan seksual, tidak mendominasi kekerasan terhadap anak secara ke seluruhan di Indonesia. Angkanya hanya di kisaran 1 persen. Yang paling dominan justru kasus kekerasan terhadap anak terjadi di rumah tangga, yakni anak-anak yang ada di rumahnya sendiri menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat.
Namun demikian, kata dia, karena pesantren adalah lembaga pendidikan moral, benteng moral, maka kasus-kasus kekerasan terhadap anak santri, terutama kekerasan seksual, sangat menjadi sorotan dan keprihatinan publik.
Saat ini, data terakhir yang YPRA terima terdapat sekitar 40 ribuan pesantren di Indonesia. Dengan jumlah yang banyak ini, maka kasus kekerasan terhadap santri terbilang sangat rawan.
"Karena itu, kami dari Yayasan Pesantren Ramah Anak atau YPRA mendorong kepada semua pihak terkait, terutama Kementerian Agama RI, agar di tahun 2024 melakukan upaya preventif yang lebih efektif dan massif agar kasus-kasus kekerasan terhadap anak santri tidak terjadi lagi atau dapat diminimalisir ke angka kejadian yang paling rendah dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar dia.
Lebih lanjut, Ustaz Kiki menyatakan bahwa bentuk upaya preventif yang massif adalah Kemenag RI. Yang mana Kemenag mempunyai struktur organisasi kerja sampai tingkat kecamatan atau KUA dengan juga melibatkan pihak-pihak terkait yang dapat ngsung mendatangi pesantren-pesantren yang berjumlah 40 ribuan tersebut untuk melakukan pendataan ulang secara fisik atau langsung.
Selain itu, Kemenag dinilai juga dapat melakukan penilaian kelaikan pesantren ramah anak sesuai buku pedoman pesantren ramah anak yang diterbitkan oleh Kemenag RI. Jika pesantren yang dinilai tidak ramah anak karena rentan terjadinya tindak kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual terhadap anak santri, kata dia, maka pesantren tersebut harus mengikuti pembinaan agar menjadi pesantren ramah anak.
“Di tahun 2024, YPRA sendiri akan lebih intesif dalam melakukan pembinaan pesantren-pesantren di Indonesia dalam rangka memperkuat pesantren sebagai tempat pendidikan moral yang ramah anak. Karena memang sejatinya, pesantren itu ramah anak. Jika ada pesantren yang tidak atau belum ramah anak, maka kesalahannya ada di pengasuhnya, di pengajar, musyrif, muaddib atau musyrifah, muaddibahnya yang tidak atau belum ramah anak; bukan kesalahan pesantrennya sebagai lembaga,” kata Ustaz Kiki.