REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan pihaknya saat ini tengah fokus dalam mengembangkan pengawasan terintegrasi berbasis teknologi satelit. Hal ini bertujuan agar seluruh objek pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) dapat dipantau dari pusat pengendalian dan Command Center KKP.
“Sehingga terlaksananya pola pengawasan efektif dan tidak lagi menggergaji laut yang kemudian dilakukan validasi menggunakan pesawat airborne surveillance untuk memastikan telah terjadi dugaan pelanggaran,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen PDSPKP) KKP Adin Nurawaluddin di Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Pada 2023, KKP melalui Ditjen PSDKP telah berhasil menerapkan pengawasan berbasis teknologi melalui integrated surveillance system (ISS) terhadap 10.843 unit kapal perikanan yang memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI) aktif, disusul 7.367 kapal dengan perangkat vessel monitoring system (VMS) dan 3.476 proses pemasangan VMS atau migrasi.
KKP juga menyiapkan anggaran 150 juta dolar AS untuk meluncurkan satelit nano dan pesawat nirawak yang mampu menyelam ke dalam perairan (underwater drone) guna mendukung kesiapan program penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota. "Nanonya kita luncurkan sendiri (2024). Kira-kira anggarannya 150 juta dolar AS," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.
Anggaran 150 juta dolar AS tersebut sudah masuk dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2024. Peluncuran 20 satelit nano tersebut, katanya, akan dibarengi dengan pemasangan alat di seluruh kapal pengusaha maupun kapal nelayan kecil, tujuannya agar seluruh kapal yang tengah beroperasi dapat termonitor.