Dirinya menyebut siapapun pemimpin yang nantinya terpilih, dan diputuskan oleh lembaga berwenang, harus diterima. Jangan sampai ada yang terpancing oleh provokasi yang ada.
"Kalau nanti siapapun yang terpilih, dan sudah diputuskan oleh lembaga yang berwenang, ya musti kita terima. Itu yang harus kita sampaikan," sebutnya. Berikut 5 poin isi deklarasi yang dibacakan:
1. Menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab. Memilih yes!, Golput no!
2. Menentukan pilihan dengan jiwa bebas merdeka sesuai suara hati nurani sendiri. Abaikan semua rayuan, bujukan, bisikan, ajakan, tekanan dan atau ancaman. Ikuti suara hati nurani, yes! Bujukan dan kntimidasi no!
3. Ikut aktif menjaga dan mengawasi seluruh tahapan pemilu agar berlangsung sesuai asas luber, jurdil, sehingga pemilu berlangsung aman, damai, dan bermartabat. Pemilu damai, luber jurdil yes! Pemilu curang no!
4. Tajamkan nalar dan suara hati. Jangan memilih mereka yang bertentangan dengan dan atau melanggar prinsip luber dan jurdil. Dukung calon yang bermartabat menjunjung prinsip luber dan jurdil. Pilih yang bermartabat, yes! Yang tidak bermartabat, no!
5. Jaga dan junjung tinggi persatuan di atas perbedaan pilihan. Persatuan bangsa, yes! Perpecahan, no!
6. Ingatkan seluruh anggota keluarga, sanak-saudara, kawan dan sahabat bahwa pemilu adalah momen penting bagi masa depan bangsa dan negara kita. Maka gunakan hak kita dengan sebaik-baiknya secara merdeka tapa perlu memusuhi mereka yang berbeda pilihan. Meski berbeda tetap saudara, yes! Indonesia Jaya, Yes, yes, yes!
Adapun yang tergabung dalam FPID ialah tokoh-tokoh lintas agama. Di antaranya Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Marsudi Syuhud, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom (Ketum PGI), Romo Kardinal Ignatius Suharyo dari Keuskupan Agung Jakarta, Ketua Umum Parasida Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, Ketua Umum Permabudhi Prof Dr Philip K Wijaya, Ketua Umum Matakin Xueshi Budi Tanuwibowo, Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia Engkus Ruswana, dan Pimpinan Spiritual Nusantara, Sri Eko Sriyanto Galgendu.