Jumat 23 Feb 2024 15:16 WIB

Tim Hukum Khawatirkan Saksi Ahli Polda Metro Jaya Memiliki Konflik Kepentingan

Polda Metro Jaya menghadirkan ahli hukum yang juga purnawirawan Polri.

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan Polri tidak netral pemilihan umum (Pemilu) 2024, Jumat (26/1/2024).
Foto: Republika/Ali Mansur
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan Polri tidak netral pemilihan umum (Pemilu) 2024, Jumat (26/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tim kuasa hukum Aiman Witjaksono mempertanyakan kapasitas ahli pidana yang dihadirkan Polda Metro Jaya dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim kuasa hukum mengkhawatirkan ada konflik kepentingan.

"Karena ahli ini merupakan purnawirawan polisi sehingga kami mengklarifikasi itu," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Aiman Witjaksono, Finsensius Mendrofa di Jakarta, Jumat (23/2/2024).

Baca Juga

Ia mengatakan bahwa ahli hukum pidana dari Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta, Kombes (Purn) Warasman Marbun, ini perlu dipertanyakan karena dikhawatirkan ada konflik kepentingan dalam memberikan keterangannya. Selain itu, Finsen juga sempat mempertanyakan apakah ahli mendapatkan gaji dari Polri atau tidak dalam memberikan keterangan ahlinya.

"Tadi kami sudah mengawali pertanyaan sejak awal untuk melihat apakah ada 'conflict of interest' atau tidak," tuturnya.

Pada saat persidangan praperadilan tersebut, keterangan ahli sempat beberapa kali dipertanyakan oleh tim kuasa hukum Aiman Witjaksono karena mereka tidak sependapat dengan jawaban ahli. Tim advokasi dari Polda Metro Jaya juga sempat menyanggah dan meminta hakim untuk tidak memperkenankan tim kuasa hukum Aiman terus mencecar keterangan ahli.

Pada saat yang bersamaan, Warasman Marbun menyatakan bahwa dirinya mendapatkan honor, tidak mendapatkan gaji tetap. Warasman Marbun mengatakan, surat penetapan penyitaan dapat dikeluarkan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri setempat asalkan terdapat stempel lembaga.

"Itu (kewenangan untuk menandatangani) internal dari Pengadilan dan itu adalah sah menurut hukum," kata Warasman ketika menjadi ahli yang dihadirkan Polda Metro Jaya dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Aiman Witjaksono di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat.

Selain itu, Warasman mengatakan, semua barang yang telah disita oleh penyidik, maka tidak dapat dicabut oleh Pengadilan Negeri. Hal itu merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 1985 tentang penyitaan.

Aiman Witjaksono mengajukan permohonan praperadilan kepada PN Jakarta Selatan (Jaksel) terkait penyitaan telepon genggam, akun media sosial dan email oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya karena dinilai cacat hukum formil.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement