REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejak kecil Soedirman mempunyai kepribadian yang kuat. Eyang dari Soedirman ( ayah dari Raden Tjokrosoenarjo ) yang merupakan Patih di Cilacap pernah mengatakan bahwa cucunya bakal menjadi Senopatine perang . Sehingga Soedirman diberi warisan oleh eyangnya berupa iket wulung.
"Jadi sejak kecil Pak Dirman sudah digadang-gadang oleh eyang Pak Dirman dan saya mendapatkan cerita ini dari yang mengasuh Pak Dirman waktu kecil yang bernama Bu Markoyo. Saya sempat bertemu Bu Markoyo di tahun 1970 waktu saya masih mahasiswa. Bu Markoyo juga cerita bahwa Pak Dirman putra kandung dari Tjokrosoenarjo," ungkap putra bungsu Panglima Besar Jenderal Soedirman uola, Ir. M. Teguh Soedirman, pada Republika.co.id
Walaupun Pak Dirman anak dari seorang asisten wedana, tetapi tidak pernah mengunggul-unggulkan orangtuanya. Dia selalu rendah hati tetapi aktif dalam organisasi seperti Muhammadiyah. Ketika zaman pendudukan Jepang , Soedirman yang menikah di usia 20 tahun (1936), bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor dan begitu tamat pendidikan ia langsung diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya Cilacap. Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran melawan pasukan Jepang, Soedirman berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas.Ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V Banyumas dengan pangkat kolonel.
Karena senang membaca sejarah, Soedirman menggunakan sistem yang digunakan oleh raja-raja seperti Sultan Agung dan Diponegoro, seperti sapit urang saat memimpin pertempuran sengit melawan tentara sekutu di Palagan Ambarawa . Sehingga mampu menggiring musuh.
Palagan Ambarawa ini merupakan peperangan terbesar di Indonesia dan diakui bangsa lain karena tidak mendapat bantuan apa-apa. Karena kepiawaiannya, Soedirman diangkat menjadi Panglima Besar Jenderal Soedirman dan pada waktu pemilihan Panglima Jenderal Soedirman secara aklamasi semua komandan divisi menerima Pak Dirman sebagai Panglima Besar Jenderal Soedirman meskipun tidak melalui akademi militer maupun pendidikan lain.
Namun Pak Dirman saat itu tidak langsung menerima. Ia minta pendapat keluarga khususnya Bu Dirman sebagai isterinya dan Nyai Ahmad Dahlan yang waktu itu sebagai sesepuh. Hubungan keluarga Pak Dirman dengan keluarga KH Ahmad Dahlan dekat. Pak Dirman tanya kepada ibu setuju tidak, dan kalau tidak setuju pak Dirman tidak mau ditunjuk sebagai Panglima Besar Jenderal Sudirman. Jawaban ibu, "Ya terserah kalau sudah menjadi kewajiban Mas (red. Soedirman), keluarga mendukung," cerita Teguh.
Waktu Pak Dirman perang gerilya dalam Agresi militer II Belanda , Pak Dirman minta kerelaan Bu Dirman dan minta sangu. Padahal waktu itu Pak Dirman dalam keadaan sakit dan Presiden Soekarno meminta ia tinggal di kota Yogyakarta.
"Ibu memberikan semua harta emasnya . Semula Pak Dirman tidak mau karena harta emas itu milik isterinya. Tetapi kata ibu, "Apa yang saya miliki juga menjadi milik Mas. Apalagi Mas dalam kondisi sakit, dan di medan perang perlu banyak kebutuhan,"" cerita Teguh.