Ahad 27 Jan 2019 20:47 WIB

Soedirman Selalu Hargai dan Perhatikan Pendapat Orang

Minta Pendapat keluarga KH Ahmad Dahlan Sebelum Setuju Jadi Panglima Besar

Rep: Neni Ridarneni/ Red: Bayu Hermawan
Putra bungsu Panglima Besar Jenderap Soedirman Ir M.Teguh Soedirman.saat diwawancara Republika.di ruang tamu rumah keluarga besar Soedirman, Jalan Timoho 33 Yogyakarta, Sabtu (12/1).
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Putra bungsu Panglima Besar Jenderap Soedirman Ir M.Teguh Soedirman.saat diwawancara Republika.di ruang tamu rumah keluarga besar Soedirman, Jalan Timoho 33 Yogyakarta, Sabtu (12/1).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejak kecil  Soedirman mempunyai kepribadian yang kuat.  Eyang dari Soedirman ( ayah dari Raden Tjokrosoenarjo ) yang merupakan Patih di Cilacap pernah mengatakan bahwa cucunya bakal menjadi Senopatine perang . Sehingga Soedirman diberi warisan oleh eyangnya berupa iket wulung.

"Jadi sejak kecil Pak Dirman sudah digadang-gadang oleh eyang Pak Dirman dan saya mendapatkan cerita ini dari yang mengasuh Pak Dirman waktu kecil yang bernama Bu Markoyo. Saya sempat bertemu Bu Markoyo di tahun 1970 waktu saya masih mahasiswa. Bu  Markoyo juga cerita bahwa Pak Dirman putra kandung dari Tjokrosoenarjo," ungkap putra bungsu Panglima Besar Jenderal Soedirman uola, Ir. M. Teguh Soedirman, pada Republika.co.id

Walaupun Pak Dirman anak dari seorang asisten wedana, tetapi tidak pernah mengunggul-unggulkan orangtuanya. Dia selalu rendah hati  tetapi  aktif dalam  organisasi  seperti Muhammadiyah. Ketika zaman pendudukan Jepang , Soedirman yang menikah di usia 20 tahun (1936),  bergabung dengan  PETA  (Pembela Tanah Air) di Bogor dan begitu tamat pendidikan ia langsung diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya Cilacap. Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran melawan pasukan Jepang, Soedirman  berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas.Ia  kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V Banyumas dengan pangkat kolonel.

Karena senang membaca sejarah, Soedirman menggunakan sistem yang digunakan oleh raja-raja seperti Sultan Agung dan Diponegoro, seperti sapit urang saat memimpin pertempuran sengit melawan tentara sekutu di Palagan Ambarawa . Sehingga mampu menggiring musuh.