Rabu 03 Jul 2024 23:32 WIB

Kapolda Sumbar Soal Kematian Afif Maulana: Institusi Kami Diinjak-injak

Kapolri perintahkan Bareskrim dan Irwasum menmantau kasus kematian anak AM.

Rep: Bambang Noroyono/Hasanul Rizqa/ Red: Fitriyan Zamzami
Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Suharyono.
Foto: Republika/ Febrian Fachri
Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Suharyono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono mengeklaim mengomentari aksi pelaporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan ke Divisi Propam dan Bareskrim Mabes Polri terkait kematian Afif Maulana alias AM (13 tahun). Dalam pesannya kepada wartawan, ia menuding lembaga-lembaga pelapor kasus itu sok suci dan merasa institusi kepolisian dihinakan.

Suharyono menegaskan, dirinya sebagai otoritas kepolisian tertinggi di Sumbar bertanggung jawab atas seluruh proses pengusutan kasus kematian anak AM tersebut. “Silakan,” kata Suharyono melalui pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/7/2024). “Saya bukan pelaku kejahatan. Saya pembela kebenaran,” begitu ujar dia. Suharyono melalui pesannya tersebut juga ‘menyerang’ balik aksi pelaporan LBH Padang, bersama-sama koalisi sipil di Jakarta itu.

Baca Juga

Sebab kata dia, kelompok pelapor adalah kalangan-kalangan yang merasa benar sendiri. Bahkan disebutkan dia, sebagai kelompok masyarakat yang merasa tak pernah salah. “LBH sok suci. Dia mengatur skenario dan alibi sedemikian rupa. Seolah-olah prediksinya yang paling benar,” begitu kata Suharyono. Hal tersebut, yang menurut Suharyono, pun membuatnya tetap ‘mengeraskan’ keyakinannya bahwa proses hukum terkait kasus dugaan kekerasan, dan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh para personelnya itu sudah di jalur benar.

BACA JUGA: Doa Akhir Tahun 1445 dan Awal Tahun 1446 Hijriyah, Dibaca Hari Ini Sebelum Maghrib

Suharyono menegaskan, bahwa kematian anak AM yang selama ini disebut-sebut oleh LBH Padang lantaran mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh para personel Sabhara Polda Sumbar merupakan spekulasi tanpa bukti. “Kami bertanggung jawab, bahwa kami yakini berdasarkan kesaksian dan barang bukti yang kuat, Afif Maulana (AM) melompat ke sungai untuk mengamankan diri sebagaimana ajakannya ke (saksi-korban) Adhitya (A). Bukan karena dianiaya polisi. Itu keyakinan kami,” begitu sambung Suharyono.

Suharyono menambahkan, spekulasi tanpa fakta maupun alat bukti yang selama ini dikoarkan oleh LBH Padang, maupun aliansi lainnya terkait dengan kematian anak AM seperti menafikkan kualitas, maupun profesionalisme tim penyidik kepolisian dalam pengungkapan kasus kematian. Dan hal tersebut, yang menurut Suharyono, bisa disebut sebagai  ‘penghinaan’ terhadap institusi kepolisian. “Kalau institusi kami diinjak-injak, dan dipojokkan, ya siapa yang tidak marah,” begitu kata Kapolda.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (republikaonline)

Laporan

Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan melaporkan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono ke Divisi Propam Mabes Polri terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengusutan kasus kematian tak wajar yang dialami anak AM (13 tahun) di Padang, Sumbar. Kelompok advokasi tersebut juga mengajukan permohonan kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk mengirimkan tim pengawasan internal dalam proses penyelidikan, dan penyidikan kasus kekerasan serta penyiksaan yang diduga menjadi sebab matinya anak AM.

“Kami yang tergabung dalam Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan, pada hari ini melakukan pelaporan atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Kapolda Sumatera Barat, oleh Kasat Reskrim Polresta Padang, dan Kanit Jatanras dari satuan reserse Polresta Padang,” begitu kata Kepala Divisi Hukum Kontras Andri Yunus saat ditemui di Mabes Polri di Jakarta, Rabu (3/7/2024). Andri mengatakan, selain Kontras, yang tergabung dalam tim advokasi tersebut, juga termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan LBH Padang, serta Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (RFP).

Kata Andri, laporan etik terhadap Kapolda Sumbar dan para bawahannya itu dilakukan karena sejumlah hal. Namun kata dia, utamanya masih menyangkut soal pengusutan kasus kekerasan, dan penganiayaan yang diduga penyebab anak AM tewas, dan melukai anak-anak serta remaja lainnya. “Banyak kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh para terlapor (etik) tersebut dalam pengungkapan dugaan penganiayaan dan penyiksaan yang dialami oleh almarhum anak AM, dan korban anak-anak lainnya,” ujar Andri.

photo
Korban anak AM (13 tahun) yang meninggal dunia, diduga akibat tindakan aparat kepolisian Kota Padang pada Ahad (9/6/2024). - (Dok Republika)

Adapun terkait dengan permohonan kepada Kapolri, kata Andri, agar memerintahkan Kepala Biro Pengawasan Penyidik (Karowasidik) di Bareskrim Polri melakukan pengawasan terhadap proses pengungkapan kasus kekerasan, dan penganiayaan yang diduga menjadi sebab kematian anak AM. “Mengapa kami melaporkan, dan meminta pengawasan yang sifatnya isidentil, karena kami melihat, banyak kejanggalan-kejanggalan yang mengarah pada pelanggaran-pelanggaran etik dalam proses penyelidikan, dan penyidikan kematian anak AM,” begitu sambung Andri.

Ragam kejanggalan tersebut, kata Andri sudah berkali-kali disampaikan oleh LBH Padang. Pun dari hasil penyelidikan LBH Padang, selaku pendamping hukum anak AM, dan korban-korban kekerasan serta penganiayaan tersebut sudah disampaikan kepada Polda Sumbar untuk ditindaklanjuti ke dalam proses penyidikan. “Tetapi alih-alih Polda Sumbar dan jajarannya melakukan investigasi, penyelidikan, dan penyidikan, Polda Sumbar, dan jajarannya malah melakukan penggiringan-penggiringan opini yang melenceng dari pokok masalah pembunuhan anak AM menjadi seperti mencari-cari pihak-pihak yang memviralkan kasus tersebut,” begitu kata Andri.

Kawalan Muhammadiyah... baca halaman selanjutnya

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement