Kamis 04 Jul 2024 09:39 WIB

Kapolda Sumbar dan LBH Padang Saling Bantah Pemicu Kematian Afif Maulana

Ada bekas sulut rokok, ada yang bekas dilecut dengan rotan, dan ada bekas tendangan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur LBH Padang Indira Suryani.
Foto: Dok LBH
Direktur LBH Padang Indira Suryani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebab kematian Afif Maulana alias anak AM (13 tahun) di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar), beberapa waktu lalu, masih menjadi perdebatan. Kapolda Sumbar Irjen Suharyono menegaskan, penyelidikan yang dilakukan kepolisian sudah tuntas.

Dia meyakini, bocah kelas 1 SMP Muhammadiyah 5 Kota Padang tersebut diduga meninggal dunia karena melompat dari Jembatan Kuranji. Sedangkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menguatkan dugaan putra sulung pasangan suami istri Afrinaldi (34) dan Anggun Anggraini (32) itu tewas lantaran disika lebih dulu oleh kepolisian.

Baca Juga

Suharyono melalui pesan singkat kepada para wartawan di Jakarta, Rabu (3/7/2024), siap mempertanggungjawabkan kesimpulan yang dibuat penyidik terkait tewasnya anak AM. Hal itu juga dibenarkan oleh saksi lain yang sempat diajak korban untuk loncat ke bawah jembatan.

"Kami (Polda Sumbar) bertanggungjawab bahwa kami yakini, berdasarkan kesaksian dan barang bukti yang kuat, Afif Maulana (AM), melompat ke sungai untuk mengamankan diri, sebagaimana ajakannya ke Adhitya (A). Bukan dianiaya polisi. Itu keyakinan kami," kata Suharyono saat dikonfirmasi pada Rabu malam WIB.

Peraih Adhi Makayasa Akpol 1992 itu pun meyakini konklusi penyidiknya tentang anak AM yang akan ikut aksi tawuran, sebelum ditemukan mengambang tak bernyawa di aliran sungai dangkal di bawah jembatan, benar adanya. "Percakapan AM dengan saksi kunci jelas, bahwa AM mengajak meloncat (dari jembatan) untuk melarikan diri," kata Suharyono.

Menurut dia, kepolisian masih menyimpan bukti anak AM mengajak tawuran. Bahkan, Suharyono juga menyampaikan adanya temuan tim penyidiknya tentang anak AM membawa senjata tajam (sajam).

"Buktinya dia yang mengajak tawuran dengan videonya yang diunggah di HP (handphone)-nya, membawa pedang panjang di tangannya," kata Suharyono. Dia juga mempertanyakan, anak AM yang tergolong bocah dibolehkan keluyuran di jalanan sampai Subuh hari.

"Kalau anak keluar rumah jam dua, jam tiga dini hari mau tawuran, ya pastinya anak yang kurang baik," ujar Suharyono menyentil kedua orang tua korban.

Penyampaian Suharyono tersebut sebetulnya merespons dan sekaligus sebagai sanggahan atas penyampaian yang selama ini disuarakan oleh LBH Padang, selaku tim advokasi keluarga terkait tewasnya anak AM. Direktur LBH Padang Indira Suryani di berbagai kesempatan menyampaikan keyakinannya tentang kematian AM lantaran disiksa kepolisian.

"Ada beberapa fakta yang kami dapatkan, pada saat kami menangani kasus kematian anak AM ini. Kami memulai dengan pertanyaan awal kenapa kami sangat meyakini ada penyiksaan yang dialami anak AM," kata Indira saat konfrensi pers bersama Yayasan LBH Indonesia di Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Dugaan penyiksaan yang dilakukan kepolisian itu, kata dia, bukan cuma dialami anak AM. Tetapi juga dialami kawan-kawan anak AM yang turut ditangkap dalam aksi pencegahan dugaan tawuran pada Ahad (9/6/2024) Subuh WIB. "Kami melihat bahwa yang meyakinkan salah-satunya terjadinya penyiksaan itu memang dari foto-foto yang diterima keluarga tentang kondisi jasad korban," ujar Indira.

Dari foto-foto tersebut, kata dia, terlihat adanya trauma pada mayat anak AM. Karena itu, Indira memiliki kesimpulan jika anak AM sempat disiksa oleh polisi. Apalagi, ditemukan trauma luka-luka di sebelah kiri badan korban.

"Mulai dari pinggangnya, belakangnya, dan kemudian bagian depannya, dan ini kemudian teridentifikasi dari foto yang kami temukan, dan itu juga ditemukan oleh keluarga. Setelah kami temukan trauma-trauma kekerasan itu, yang membuat kami yakin bahwa anak AM dan juga kawan-kawannya disiksa," ujar Indira.

 

Kejanggalan posisi mayat AM...

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement