Rabu 10 Jul 2024 12:44 WIB

Prabowo-Gibran akan Langsung Diadang Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun, Defisit APBN Melebar

Beban berat APBN era Prabowo karena harus mengakomodasi warisan proyek Jokowi.

Red: Andri Saubani
Foto Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Foto:

Saat Rapar Kerja Badan Anggaran DPR pada Senin (8/7/2024), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengajukan penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) tahun anggaran 2023 sebesar Rp100 triliun untuk menjaga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Dengan tambahan dana SAL tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan bisa mengurangi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

“Jadi, meski defisit naik, dengan penggunaan SAL Rp100 triliun, kita tidak menerbitkan SBN lebih banyak atau justru mengalami penurunan sebesar Rp214 triliun,” kata Sri Mulyani.

Defisit anggaran hingga akhir 2024 diperkirakan akan berada pada level 2,7 persen PDB atau Rp609,7 triliun, melebar dari target APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen PDB. Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.802,5 triliun atau tumbuh 0,7 persen (year-on-year/yoy), utamanya dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi yang terjaga dan positif, implementasi reformasi perpajakan, peningkatan dividen BUMN, serta peningkatan layanan kementerian/lembaga (K/L).

Sementara belanja negara diperkirakan mencapai Rp3.412,2 triliun atau 102,6 persen dari pagu APBN 2024, seiring dengan peran APBN sebagai shock absorber untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan, melindungi daya beli dan mendukung pencapaian target-target prioritas pembangunan nasional.

Adapun realisasi penerbitan SBN neto hingga semester I-2024 tercatat sebesar Rp206,2 triliun atau 30,9 persen terhadap APBN. Di tengah dinamika pasar keuangan, stabilitas pasar SBN tetap terjaga dengan kenaikan imbal hasil (yield) yang tetap terkendali.

Menurut Sri Mulyani, Kemenkeu memastikan pembiayaan defisit melalui utang dilakukan secara terukur untuk mendapatkan biaya yang paling efisien dan risiko yang terkendali. Penerbitan SBN dilakukan secara fleksibel dan oportunistik, baik terkait diversifikasi instrumen, currency mix, timing penerbitan, maupun komposisi tenor.

“Kehati-hatian inilah yang diharapkan mampu menjaga kredibilitas dari APBN, stabilitas kebijakan fiskal, dan stabilitas seluruh makroekonomi,” kata Menkeu pula.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement