Rabu 17 Jul 2024 08:21 WIB

Bagaimana Muhammadiyah Memandang Syiah?

Ini pandangan Muhammadiyah tentang Syiah.

Red: Hasanul Rizqa
Muhammadiyah.
Foto:

Pada titik ini, Syiah tidak hanya satu macam, melainkan telah bermetamorfosis menjadi berbagai macam sekte. Dalam sejarah Islam hingga hari ini, kita mengenal banyak sekte Syiah, seperti Syiah Kaisaniyyah, Syiah Imamiyyah (Rafidhah), Syiah Ghulat, Syiah Ismailiyyah, Syiah Zaidiyyah, dan lain sebagainya.

Dari penjelasan di atas, tampak bahwa Syiah memiliki ragam yang banyak, bukan hanya satu jenis. Berkaitan dengan itu, dalam pandangan Muhammadiyah, ada beberapa kriteria yang menjadi tolok ukur, apakah suatu paham telah keluar dari koridor Islam atau belum.

Pertama, Muhammadiyah meyakini bahwa hanya Nabi Muhammad SAW yang memiliki predikat maksum.

Kedua, Muhammadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk siapa pun pengganti beliau sebagai khalifah. Kekhalifahan setelah beliau diserahkan kepada musyawarah umat, sehingga kekhalifahan Abu Bakar, ‘Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan, dan ‘Ali bin Abi Thalib adalah sah.

Ketiga, Muhammadiyah menghormati Ali bin Abi Thalib sebagaimana sahabat-sahabat Nabi yang lain, tetapi Muhammadiyah tidak mengultuskan salah satu atau lebih dari sahabat Nabi.

Terakhir, Muhammadiyah menerima al-Sunnah al-Maqbulah sebagai salah satu sumber ajaran Islam, selain Alquran, dan tidak terbatas pada hadis-hadis yang melalui jalur Ahlul Bait.

Dengan demikian, apabila ada orang atau kelompok yang tidak sesuai dengan tolok ukur di atas, maka orang atau kelompok itu telah berbeda dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Demikian yang dipahami oleh Muhammadiyah.

Bagaimanapun, dalam konteks melihat Syiah, perlu diketahui juga bahwa Muhammadiyah dalam Muktamar ke-47 di Makassar tahun 2015 telah mengeluarkan beberapa rekomendasi penting. Di antaranya adalah, Persyarikatan mendorong adanya dialog intensif antara Sunni-Syiah untuk meningkatkan komitmen “saling memahami persamaan dan perbedaan."

Komitmen itu penting untuk memperkuat persamaan dan menghormati perbedaan, serta membangun kesadaran historis bahwa selain konflik, kaum Sunni dan Syiah memiliki sejarah kohabitasi dan kerja sama yang konstruktif dalam membangun peradaban Islam.

Rekomendasi ini menegaskan bahwa pintu dialog tetap terbuka meskipun ada perbedaan mendasar dan prinsipil antara Sunni dan Syiah.

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement