Sabtu 20 Jul 2024 15:39 WIB

Siapa Leimena yang Diboikot PBNU dan Apa Kaitannya dengan AJC, NGO Pro Israel?

Leimena mempunyai kontak dengan AJC NGO terafiliasi Israel

Rep: Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
Leimena. Leimena mempunyai kontak dengan AJC NGO terafiliasi Israel
Foto:

Gordon mengatakan bahwa meskipun ada beberapa hubungan perdagangan swasta yang terbatas dengan perusahaan-perusahaan yang berbasis di Israel, Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik.

Kebijakan resmi pemerintah Indonesia mendukung “solusi dua negara,” dan dalam banyak percakapan di sana, dia mendengar optimisme bahwa segala sesuatunya dapat berubah jika dan seiring dengan membaiknya hubungan Israel-Palestina, dan tidak ada seorang pun yang dia ajak bicara yang mengatakan bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi.

Lantas siapa Leimena Institute? Dikutip dari laman resminya, Institut Leimena adalah lembaga non profit yang berdiri tahun 2005. Institut Leimena dibentuk sebagai respons atas perkembangan situasi bangsa dan negara, serta harapan para pimpinan lembaga gereja aras nasional.

Partisipasi warga gereja dalam membangun bangsa dan negara sebetulnya telah mendapat perhatian umat Kristiani sejak lama. Oleh karena itu, Sidang Raya X DGI/PGI 1984 di Ambon memutuskan agar PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) membentuk lembaga kajian yang dinamai Akademi Leimena dengan Letjen. T.B. Simatupang sebagai ketua yang pertama.

Pada 2004, atas masukan dan harapan dari para pimpinan lembaga gereja aras nasional, beberapa pengurus Akademi Leimena sepakat untuk mendirikan Institut Leimena sebagai lembaga kajian independen yang mencerminkan perkembangan keberagaman gereja dewasa ini.

Para pendiri, sekaligus anggota Board of Trustees yang pertama adalah Jakob Tobing, Mangara Tambunan, Matius Ho, Radja Kami Sembiring Meliala, dan Viveka Nanda Leimena.

Di antara program unggulan Leimena Institute adalah Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang dalam bahasa Inggris, sebagaimana dijelaskan Gordon adalah dengan istilah Cross Cultural Religious Literacy (CCRL).

Yaitu sebuah pendekatan berpikir, bersikap, dan bertindak untuk dapat bekerja sama dengan orang yang berbeda agama dan kepercayaan (kompetensi kolaboratif), berlandaskan pada pemahaman akan kerangka moral, spiritual, dan pengetahuan diri pribadi (kompetensi pribadi) dan orang lain yang berbeda agama dan kepercayaan (kompetensi komparatif).

LKLB didasarkan pada keyakinan bahwa kesadaran dan kebaikan bersama bagi umat manusia akan tercapai bukan ketika keragaman agama dan kepercayaan ditolak atau bahkan dilebur menjadi keseragaman, tetapi justru ketika keragaman tersebut diteguhkan dan dikelola bersama oleh para penganutnya yang berbeda melalui proses evaluasi, komunikasi, dan negosiasi untuk menanggapi berbagai peluang dan tantangan yang dihadapi, baik dalam konteks lokal maupun global.

LKLB menyediakan suatu kerangka untuk bekerja sama dengan pihak lain dalam membahas dan menyelesaikan tantangan global bersama, tanpa mengorbankan substansi keyakinan sendiri.

Program ini telah menghasilkan alumni. Merujuk pada data yang dirilis pada 5 Juli 2024, LKLB telah meluluskan 8.352 peserta dan alumni, 56 program internasional bersertifikat tentang pengenalan LKLB, 28 online upgrading course, 17 webinar internasional, dan 15 hybrid upgrading workshop.

Sebelumnya PBNU...

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement