Jumat 26 Jul 2024 14:16 WIB

Muhammadiyah 'Terbelah' dan Suhu Politik Era 1960-an

'Perseteruan' Buya Hamka dan Farid Ma'ruf mewarnai sejarah Muhammadiyah.

Red: Hasanul Rizqa
Buya Hamka. seorang tokoh besar dalam sejarah Muhammadiyah.
Foto:

Buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi (2014) memuat kisah mengharukan pascaterbitnya tulisan di harian Abadi 1960 itu. Tak lama kemudian, sidang Tanwir Muhammadiyah digelar di Gedung Muhammadiyah Yogyakarta. Forum ini menjadi buruan para wartawan. Sebab, hadir di sana antara lain Buya Hamka dan Farid Ma'ruf.

Tibalah saatnya moderator mempersilakan Hamka naik ke mimbar. Secara tersirat, Hamka dipersilakan untuk memberikan keterangan atau klarifikasi tentang tulisannya, "Maka Pecahlah Muhammadiyah".

Di atas mimbar, Hamka berdiri dengan tenang. Untuk sesaat, tidak mengucapkan sepatah kata pun sesudah salam pembuka.

Tiba-tiba, Hamka berurai air mata. Dengan suara tersendat menahan sedih, ia mengakui bahwa perasaannya tersentuh. Segera, tangannya mencari-cari pulpen, lalu menulis di atas secarik kertas. Katanya, semua yang ditulisnya dalam harian Abadi itu bermaksud baik, didorong niatan semata-mata cintanya kepada Muhammadiyah.

Namun, lanjutnya, jika tulisan itu menyinggung perasaan Farid Ma'ruf yang sangat dicintainya, Hamka menyatakan sangat menyesal. Di hadapan hadirin itu, ia meminta maaf dan memohon ampun kepada Farid Ma'ruf.

Turunlah Hamka dari atas panggung. Selang beberapa saat kemudian, moderator mempersilakan Farid Ma'ruf naik ke atas mimbar. Sebenarnya, guru besar Universitas Gadjah Mada itu telah mempersiapkan berkas-berkas dalam map sebagai "senjata" untuk mendebat Hamka. Semula dikiranya, penulis "Maka Pecahlah Muhammadiyah" itu akan menyerangnya bertubi-tubi di hadapan peserta sidang.

Ternyata, Hamka justru secara terbuka dan tulus meminta maaf kepadanya. Maka di atas podium, cukup lama Farid terdiam. Kemudian, dengan tenang dijelaskannya bahwa Moeljadi pernah menyatakan kepadanya, kesediaan untuk menerima jabatan menteri didasari perenungan saksama.

Moeljadi menilai, dengan jabatan itu dirinya dapat menyokong amal-amal sosial Muhammadiyah. Pertimbangan lainnya ialah, dalam kondisi sekarang tetap perlu adanya kerja sama antara Muhammadiyah dan pemerintah pusat.

Farid mengatakan, perbedaan pandangan antara dirinya dan Hamka sebenarnya sama-sama didorong niat baik. Namun, apabila ia dikhawatirkan membawa Persyarikatan pada Istana, ia pun bersedia diberhentikan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. "Dengan ikhlas saya mengundurkan diri dari Pimpinan Pusat...." katanya.

Belum selesai kalimat itu diucapkan Farid, Hamka segera berdiri dan mengacungkan tangan. "Pimpinan!" katanya berseru, "Jangan Saudara Farid mundur. Kita sangat membutuhkan dia. Saya, Hamka, yang harus mundur ...."

Belum selesai kalimat itu disampaikan Hamka, Farid kemudian turun dari mimbar. Ia lalu berjalan menuju Hamka, hendak memeluknya. Hamka pun menyongsong Farid. Kedua tokoh Muhammadiyah ini berpelukan dengan air mata bercucuran.

Semua hadirin di Gedung Muhammadiyah Yogya tertegun. Lalu menyusul ucapan hamdalah dan tepuk tangan. Sesekali terdengar pekik takbir. Lantas, sidang Tanwir beranjak kepada topik lainnya hingga selesai.

Keesokan harinya, berita di harian Abadi memuat laporan berjudul: "Muhammadiyah Tidak Pecah!".

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement