REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar duka datang dari Nahdlatul Ulama (NU). Salah seorang sepuhnya, KH Chalid Mawardi, meninggal dunia pada Jumat (26/7/2024) dalam usia 87 tahun. Almarhum dikenang antara lain sebagai pendiri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Dilansir dari laman pmiikomfast, sejarah mencatat, ide dasar berdirinya PMII bermula dari adanya keinginan kuat para mahasiswa Nahdliyin untuk membentuk suatu wadah organisasi. Di dalamnya, kaum muda yang berideologi ahlussunnah wal jama’ah (aswaja) dapat berkumpul.
Sebelum PMII, sesungguhnya sudah ada beberapa organisasi mahasiswa Nahdliyin, tetapi masih bersifat lokal. Di antaranya adalah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang berdiri pada Desember 1955 di Jakarta. Kemudian, di Surakarta ada Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) yang juga terbentuk pada tahun sama. Di Bandung, terdapat Persatuan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (PMNU).
Adanya berbegai macam organisasi kemahasiswaan yang berafiliasi pada NU ternyata tidak mampu membendung hasrat untuk berdirinya organisasi mahasiswa Nahdliyin secara nasional. Itu terbukti dalam Konferensi Besar Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) pada 14-17 Maret 1960 di Kaliurang, Yogyakarta. Hadirin bersepakat perlunya membentuk organisasi kemahasiswaan Nahdliyin.
Kemudian, panitia sponsor dibentuk untuk mempersiapkan berdirinya organisasi mahasiswa Nahdliyin. Mereka berjumlah 13 orang mahasiswa NU dari berbagai daerah. Pertemuan selanjutnya diadakan dengan tajuk Musyawarah Mahasiswa NU pada 14-16 April 1960 di Gedung Madrasah Muallimin NU (Gedung Yayasan Khadijah) Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur.
Hasil musyawarah tersebut diumumkan di Balai Pemuda pada 17 April 1960 atau 21 Syawal 1379 Hijriyah. Mulai saat itulah, PMII berdiri.
Adapun 13 mahasiswa NU yang mengisi panitia sponsor itu untuk selanjutnya dikenang sebagai para pendiri PMII. Mereka terdiri atas nama-nama berikut.
- Chalid Mawardi (Jakarta)
- M Said Budairy (Jakarta)
- M Sobich Ubaid (Jakarta)
- Makmun Syukri (Bandung)
- Hilman Badrudinsyah (Bandung)
- H Ismail Makky (Yogyakarta)
- Moensif Nachrowi ( Yogyakarta)
- Nuril Huda Suaiby (Surakarta)
- Laily Mansur (Surakarta)
- Abdul Wahab Jaelani (Semarang)
- Hisbullah Huda (Surabaya)
- M Chalid Narbuko (Malang)
- Ahmad Hussein (Makasar)
Sejak terbentuk pada 1960 hingga kini, PMII telah dipimpin banyak tokoh muda. Berikut ini daftar ketua umum pergerakan tersebut.
- Mahbub Djunaidi (1960-1967)
- M Zamroni (1967-1973)
- Abduh Paddare (1973-1977)
- Ahmad Bagja (1977-1981)
- Muhyiddin Arusbusman (1981-1985)
- Suryadharma Ali (1985-1988)
- M Iqbal Assegaf (1988-1991)
- Ali Masykur Musa (1991-1994)
- A Muhaimin Iskandar (1994-1997)
- Syaiful Bahri Anshori (1997-2000)
- Nusron Wahid (2000-2003)
- A Malik Haramain (2003-2005)
- Hery Hariyanto Azumi (2005-2008)
- M Rodli Kaelani (2008-20011)
- Addin Jauharudin (2011-2014)
- Aminuddin Ma’ruf (2014-2017)
- Agus Mulyono Herlambang (2017-2020)
- M Abdullah Syukri (2020-sekarang)
Memang, lahirnya PMII tidak mungkin terlepas dari jam'iyyah NU. Sejak 1960, pergerakan ini ditetapkan sebagai salah satu badan otonom (banom) NU.
Namun, kemudian sejak 1972 PMII menyatakan diri sebagai organisasi independen sehingga tidak berafiliasi dengan organisasi manapun. Deklarasi Independensi PMII dicetuskan pada 14 Juli 1972 di Murnajati Lawang, Malang, Jawa Timur.
“Deklarasi Murnajati” lalu dipertegas bertahun kemudian. Pada Kongres X tanggal 27 Oktober 1991 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, dideklarasikan posisi “Interdependensi PMII-NU."
Selanjutnya, pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PB PMII tanggal 24 Desember 1991 di Cimacan, Jawa Barat, terbit “Impelementasi Interdependensi PMII-NU.” Isinya merupakan kristalisasi dari tujuan pergerakan, sebagaimana tercantum dalam AD/ART yaitu “Terbentuknya pribadi Muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.”