Jumat 02 Aug 2024 14:45 WIB

Diskriminasi Islam oleh Prancis, Fatayat NU Serukan Boikot Produk Prancis

Fatayat NU dengan tegas mengecam langkah pemerintah Prancis yang diskriminatif.

Petenis Rafael Nadal bersama Serena Williams membawa obor Olimpiade saat upacara pembukaan Olimpiade Musim Panas 2024 di Paris, Prancis, Jumat (26/7/2024). Upacara pembukaan Olimpiade Paris dilakukan di sepanjang Sungai Seine, tidak di dalam stadion seperti lazimnya upacara pembukaan Olimpiade. Hujan yang turun sepanjang acara pembukaan tidak menghilangkan kemegahan Opening Ceremony Olimpiade Paris 2024. Atlet judo Prancis Teddy Riner dan pelari juara Olimpiade tiga kali Marie-Jose Perec menyalakan kaldron Olimpiade yang diikatkan pada balon raksasa. Ini merupakan simbol penghormatan kepada pelopor penerbangan berawak Prancis pada masa lalu.
Foto: AP Photo/Christophe Ena
Petenis Rafael Nadal bersama Serena Williams membawa obor Olimpiade saat upacara pembukaan Olimpiade Musim Panas 2024 di Paris, Prancis, Jumat (26/7/2024). Upacara pembukaan Olimpiade Paris dilakukan di sepanjang Sungai Seine, tidak di dalam stadion seperti lazimnya upacara pembukaan Olimpiade. Hujan yang turun sepanjang acara pembukaan tidak menghilangkan kemegahan Opening Ceremony Olimpiade Paris 2024. Atlet judo Prancis Teddy Riner dan pelari juara Olimpiade tiga kali Marie-Jose Perec menyalakan kaldron Olimpiade yang diikatkan pada balon raksasa. Ini merupakan simbol penghormatan kepada pelopor penerbangan berawak Prancis pada masa lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prancis telah berulang kali mengeluarkan regulasi yang menyerang para Muslimah. Yang terbaru, Prancis melarang atlet muslimnya mengenakan hijab selama Olimpiade Paris 2024. 

Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) dengan tegas mengecam langkah pemerintah Prancis yang dianggap diskriminatif dan melanggar hak dan kebebasan fundamental sebagai umat muslim.

Baca Juga

"Kami mengecam sikap Prancis di Olimpiade Paris 2024 yang melarang atlet muslimnya mengenakan hijab, dan sikap Islamophobia ini bukan sekali dilakukan pemerintah Prancis,"  ujar Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU DKI Jakarta Kusnainik.

Sebelumnya, telah Prancis menerapkan larangan penggunaan abaya di sekolah. Larangan tersebut mulai berlaku pada hari pertama masuk sekolah.

Sebelumnya, Prancis sudah lebih dulu melarang siswa perempuan untuk mengenakan hijab. Aturan yang berlaku sejak Maret 2004 itu melarang pemakaian lambang atau busana apa pun bagi siswa yang menunjukkan afiliasi dengan agama. Larangan tersebut melanggar sejumlah kebebasan fundamental di Prancis.

Kusnainik berpendapat larangan penggunaan hijab juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak-hak kebebasan beragama yang dijamin oleh hukum internasional dan prinsip-prinsip hak asasi manusia. 

"Jadi larangan mengenakan hijab saat Olimpiade tidak sekadar diskriminatif, tapi juga pelanggaran terhadap hak dan kebebasan fundamental sebagai muslim'," ujarnya.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Organisasi non-pemerintah Amnesty International turut mengecam keputusan pemerintah Prancis melarang yang atlet tuan rumah bertanding menggunakan hijab di ajang tersebut.

"Dari pihak PBB dan Amnesty International pun juga telah menyatakan ini adalah sebuah pelanggaran. Umat Muslim di diskriminasi, hak dan kebebasannya dirampas," imbuhnya. 

Selain itu, Fatayat NU dengan tegas mengecam kampanye LGBTQ dan tindakan pelecehan terhadap agama Kristen yang terjadi selama acara pembukaan Olimpiade Paris 2024.

Tindakan tersebut tidak hanya mencederai nilai-nilai toleransi dan penghormatan terhadap agama, tetapi juga berpotensi merusak keharmonisan antarumat beragama di tingkat global.

"Hal ini mencederai tolerasi kita sebagai umat beragama, Maka tidak bisa kita diamkan. Jangan sampai hal-hal seperti ini dinormalisasi," ujarnya.

Kusnainik juga menyerukan seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menggaungkan kecaman terhadap Olimpiade Paris 2024. 

"Mari kita gaungkan kecaman ini. Bila perlu kita masifkan boikot produk Prancis," pungkasnya.

Sebagai informasi, seruan boikot produk Prancis juga sempat marak pada tiga tahun lalu imbas dari pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Jean-Michel Frédéric Macron yang menyebut Islam merupakan agama yang sedang mengalami krisis. Selain itu, adanya Majalah Charlie Hebdo yang mempublikasikan kembali karikatur Nabi Muhammad sebagai bagian dari materi pelajaran kebebasan berpendapat dan berekspresi didukung oleh Macron.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement