REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Sebanyak tujuh orang jurnalis dari Pulau Jawa berkesempatan untuk mengunjungi kantor berita LKBN Antara di Jayapura, Papua. Lawatan ini dilakukan dalam rangka "Kunjungan Jurnalistik 2024." Ini sebagai kunjungan balasan terhadap silaturahim yang telah dilakukan sejumlah wartawan Papua ke Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta pada 2022 dan 2023 lalu.
Ketujuh jurnalis, antara lain dari Republika, ini diterima oleh Kepala Biro Antara di Papua, Hendrina Dian Kandipi, beserta tim. Dalam bincang santai, para pekerja media ini mendiskusikan pentingnya jurnalisme damai untuk menyoroti banyak hal di Bumi Cenderawasih.
Dian menuturkan, jurnalisme damai perlu digiatkan untuk mendukung situasi Papua agar semakin kondusif. Dia mengawali cerita ihwal kecurigaan dan bahkan kekerasan pada jurnalis masih cukup tinggi di wilayahnya.
"Ada wartawan yang mobilnya dilempari bom molotov karena membahas sebuah kasus, ada pula image jurnalis yang dibuat seolah pro-gerakan Papua Merdeka sehingga bikin kerja di lapangan terhambat," kata jurnalis perempuan itu di kantor Biro LKBN Antara Papua di Jayapura, Selasa (7/8/2024).
Dengan adanya peristiwa itu, para jurnalis di kawasan ini membuat Asosiasi Wartawan Papua. Ini diisi banyak pekerja media yang berasal dari kalangan orang asli Papua (OAP).
"Sehingga, ketika menemui tindakan kekerasan, mereka dapat advokasi yang baik. Asosiasi ini mendapatkan rekomendasi dari AJI, PWI, dan IJTI," lanjutnya.
Pembangunan masif
Dian mengatakan, Papua mengalami perkembangan yang pesat dalam 10 tahun terakhir. Dari perspektif dirinya sebagai warga tempatan, pelbagai infrastruktur yang mendukung kehidupan masyarakat Papua dibangun secara masif oleh pemerintah pusat maupun daerah.
"Kini di era pemerintahan (Presiden) Jokowi, pembangunan perkantoran sudah berjalan baik, jalan juga, kemudian saat PON 2021 Stadion Lukas Enembe bisa dibangun dengan bagus. Itu belum lagi dengan adanya ring road, pasar, jembatan layang, PLN, mal, bioskop--semua itu juga sudah ada. Semua infrastruktur ini sangat membantu penduduk lokal dalam beraktivitas," ujar Dian menjelaskan.
Karena itu, ia mengajak kawan-kawan jurnalis dari Jawa untuk lebih menyoroti banyak hal-hal yang positif dalam pemberitaan mengenai Papua. Kini, tantangan semakin besar dengan masifnya penggunaan media sosial (medsos). Sebab, tidak jarang sebaran-sebaran provokatif muncul via internet.
"Pengguna media sosial di Papua masa kini sadar betul bahwa tindakan provokasi di media sosial justru membuat daerah ini menjadi kacau. Sehingga, orang-orang yang bermedia sosial justru sangat bijak. Memberi nasihat jika terjadi sesuatu di daerah ini. Mereka mengingat dampak yang besar bagi mereka," ucapnya.
Dian juga mengajak para wartawan di luar Papua untuk lebih mengenal kondisi di dalam Papua. Jangan sampai, media-media mainstream lalai dalam melakukan verifikasi informasi. Sebab, dampak berita demikian akan lebih dirasakan masyarakat Papua, bukan yang lain.
"Kami yang terdampak, bukan yang di Jakarta. Mereka dapat click-bait, kami yang was-was. Keluar malam, tidak bisa. Mau ke mana-mana, tidak bisa. Telepon narasumber juga takut dipelintir. Jadi, kami teman-teman jurnalis di sini berusaha menjadi bijak, terutama dalam menyiarkan berita," papar dia.