REPUBLIKA.CO.ID, Demonstrasi mengepung kota-kota besar di Indonesia. Aksi unjuk rasa tersebut terutama difokuskan di gedung DPRRI, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Para mahasiswa menuntut agar DPRRI membatalkan pengesahan RUU Pilkada baru yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi No 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pengusuhan pasangan pilkada serentak 2024.
Istilah demonstrasi secara harfiah memang tidak dikenal dalam ajaran Islam. Meski demikian, pada masa itu, demonstrasi lebih kepada pemberontakan umat Islam yang tidak puas dengan kebijakan para penguasa yang zalim.
Aksi serupa demonstrasi baru muncul pada masa kepemimpinan khalifah ketiga, Utsman bin Affan yang pada waktu itu dituduh melakukan nepotisme. Hingga akhirnya Utsman terbunuh dalam peristiwa tersebut.
Dalam perspektif hukum Islam, aksi demontrasi sendiri merupakan saran untuk menasihati seseorang yang telah berbuat kemungkaran agar kembali kepada kebaikan, sebagai bentuk amar ma'ruf nahi mungkar.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Alqur'an:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS.Ali Imran [3]:104).
Ketika aksi demonstrasi di bingkai dalam pelaksanaan amar ma'ruf nahi munkar kepada penguasa yang dzalim, maka rakyat akan melakukan kritiknya. Pada prinsipnya hukum Islam tidak melarang penyampaian nasihat secara terang-terangan, termasuk aksi demonstrasi sepanjang itu tidak bersifat anarkis dan destruktif.
Al-Hafidz at-Turmudzi dalam Kitab Jami’ nya meriwayatkan, Bahwa Rasulullah Saw bersabda :
أفضل الجهاد كلمة عدل عند سلطان جائر
“Jihad yang paling Afdhol adalah menyampaikan kalimat keadilan di hadapan penguasa yang dzalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011).
Al-Mubarokfuri dalam Kitabnya Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan bahwa maksud dari hadits di atas adalah menegakkan amar makruf nahi munkar, memperjuangkan kebenaran dan melawan Kebathilan yang dilakukan oleh penguasa yang dzalim merupakan bentuk jihad yang paling mulia. Baik hal tersebut dilakukan secara langsung dengan lisan, ataupun dengan tulisan seperti yang dijihadkan para wartawan.