REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON--Enam terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016, saat ini sedang memperjuangkan kebebasan mereka melalui Peninjauan Kembali (PK) ke pengadilan. Sidang perdana PK pun telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Rabu (4/9/2024).
Adapun enam terpidana itu adalah Jaya, Supriyanto, Eko Ramadhani, Eka Sandi, Hadi Saputra dan Rivaldi Aditya Wardana.
Ketua tim kuasa hukum terpidana, yang juga Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peadi), Otto Hasibuan, menjelaskan, ada tiga hal yang menjadi dasar pengajuan PK tersebut. Yakni, novum atau bukti baru, kekeliruan atau kekhilafan majelis hakim, dan adanya pertentangan dua putusan.
Namun selain tiga hal tersebut, Otto menilai, ada hal lain yang selama ini tidak pernah terungkap secara eksplisit. Meski terlihat sepele, namun ia menilai hal itu sesungguhnya sangat principal. ‘’Ada putusan Mahkamah Agung, yang mengatakan apabila seorang itu tersangka, kemudian menjadi terdakwa di pengadilan, maka kalau tersangka tersebut tidak didampingi sejak awal di penyidikan, meskipun dia didampingi di pengadilan, dan disangka melakukan perbuatan yang ancaman hukumannya lima tahun bahkan lebih dari 15 tahun, maka putusan tersebut dia harus bebas,’’ ujar Otto, saat ditemui usai sidang perdana PK di PN Cirebon, Rabu (5/9/2024) petang.
‘’Itu putusan daripada Mahkamah Agung. Jadi dianggap batal penyidikannya itu, berita acaranya,’’ imbuh Otto.
Otto berharap, Mahkamah Agung bisa konsisten dengan putusannya sendiri dan menerapkannya dalam kasus Vina. ‘’Saya ingin melihat apakah dalam kasus ini, Mahkamah Agung konsisten gak dengan putusannya? Kalau kita pegang ini, ya sebenarnya tanpa harus mempelajari kasus apanya, apakah saksi, apakah novum dan sebagainya, dia sudah harus bebas, sudah selesai. Ini paling mendasar,’’ papar Otto.
Seperti diketahui, terpidana dalam kasus Vina tidak didampingi oleh pengacara saat mereka dalam tahap penyidikan pada 2016 silam.