Selasa 01 Oct 2024 17:28 WIB

Profil Pahlawan Revolusi, Pierre Andreas Tendean

Pierre Andreas Tendean pernah menjadi mata-mata di wilayah musuh RI.

Red: Hasanul Rizqa
Pierre Andreas Tendean
Foto:

Prestasinya sebagai penyusup andal selama konfrontasi terdengar sampai ke Jakarta. Setidaknya ada tiga Jenderal yang menginginkan Pierre menjadi ajudannya, yaitu Jenderal Nasution, Mayor Jenderal Hartawan, dan Mayor Jenderal Kadarsan. Namun Jenderal Nasution bersikeras menginginkan Pierre sebagai ajudannya. Kabar ini sungguh melegakan hati ibundanya.

Sejak sang ibu Pierre tidak setuju dan sangat khawatir akan nasib putra satu-satunya selama bertugas di dunia intelijen. Jenderal Nasution menempatkan Pierre sebagai ajudan paling muda, sekaligus paling disayang. Ia menganggap anak muda ini sebagai bagian dari anggota keluarganya.

"Pierre Tendean seperti adik kandung bagi saya dan istri saya. Mungkin sekali karena pengaruh sayalah ia menjadi taruna. Orang tuanya semula sebenarnya tidak setuju Pierre menjadi tentara," ujar Jenderal Nasution. Orang tua Pierre merupakan sahabat dari istri Jenderal Nasution. Ayahnya seorang dokter dan menginginkan Pierre menjadi dokter, meneruskan profesinya.

Sedangkan ibunya, menginginkan anaknya menjadi insinyur. Pierre pun diminta untuk ikut tes masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung. Untuk tidak mengecewakan permintaan kedua orang tuanya, Pierre pura-pura mengikuti tes tersebut. Hasilnya, tentu saja Pierre tidak diterima, karena ia tidak sungguh-sungguh mengerjakan soal tes.

Sebaliknya, ia justru serius mengikuti tes masuk Akademi Militer pada 1958. Saat itu ada dua Akmil di Bandung dan Magelang. Jenderal Nasution menyarankan agar Pierre memilih Akmil di Bandung untuk mengakomodasi keinginan orang tuanya. "Zeni itu adalah insinyurnya Angkatan Darat, jadi lulusan Akmil Bandung sama saja dengan insinyur, tinggal meneruskan beberapa mata kuliah di ITB," ujar Nasution.

Menjadi ajudan Nasution seperti reuni saja. Sebab pada masa remaja, Pierre sempat tinggal di rumah keluarga dari istri Jenderal Nasution di Bandung. Ibunya senang ketika mendapatkan kabar sang anak menjadi ajudan, sehingga ditarik dari garis depan pertempuran. Sang ibu tak pernah menyangka bahwa panggilan tugas dari Jenderal Nasution adalah sinyal bahwa Sang Pencipta menginginkan Pierre kembali ke pangkuannya.

Pada 1 Oktober 1965 subuh, ia bersama enam jenderal Angkatan Darat diculik pasukan Gerakan 30 September yang dipimpin Letkol Untung, Komandan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa. Mereka dibawa ke Lubang Buaya dan dibunuh secara keji, kemudian jenazahnya dibuang ke dalam sumur.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement