Jumat 05 Nov 2021 18:50 WIB

Hadi Tjahjanto Masuk Kabinet Usai Pensiun? Ini Kata Moeldoko

Moeldoko mencontohkan dirinya sempat istirahat selama 2,5 setelah pensiun.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Andri Saubani
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Foto: Dok. Puspen TNI
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan tanggapannya terkait isu yang menyebutkan, bahwa Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan bergabung ke kabinet setelah memasuki masa pensiun. Moeldoko mengaku belum bisa memberikan jawabannya terkait hal ini.

Namun demikian, ia meminta agar Hadi Tjahjanto menunggu waktu yang tepat. “Itu tunggu saja waktunya. Kita belum bisa memberikan jawaban,” ujar Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/11).

Baca Juga

Moeldoko mengatakan, setelah memasuki masa pensiun tak harus langsung mendapatkan jabatan baru. Ia pun mencontohkan dirinya yang sempat beristirahat dari pekerjaan selama 2,5 tahun. Menurut dia, masa pensiun dapat dimanfaatkan untuk beristirahat dan menikmati waktu berkumpul bersama keluarga.

“Seperti saya dulu 2,5 tahun waktu istirahat dan itu cukup nyaman bagi siapapun setelah bertugas dan mengemban tugas terlebih saya kemarin 35 tahun, punya kesempatan 2,5 tahun betul-betul berarti bagi keluarga, bagi saya sendiri, menikmati waktu yang ada itu. Jadi tidak harus habis pensiun mendapatkan jabatan baru dst,” kata dia.

Lebih lanjut, ia juga menanggapi kritikan yang ditujukan kepada Presiden Jokowi yang dinilai telah mengesampingkan pola rotasi matra yang berlaku di era reformasi dalam regenerasi Panglima TNI. Moeldoko menjelaskan, terdapat sejumlah pertimbangan penunjukan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI.

Pertama yakni pertimbangan senioritas. Dari sisi angkatan, Andika lebih senior dibandingkan dua kepala staf. Andika merupakan lulusan Akademi Militer 1987, sedangkan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono dan Marsekal TNI Fadjar Prasetyo lulusan 1988.

“Pertama, kepala staf semuanya itu siap untuk menjadi panglima. darat, laut, maupun udara. Kebetulan Pak Andika adalah kepala staf yang senior. Itu bisa pertimbangan senioritas,” ujar Moeldoko.

Kedua yakni aturan di dalam UU terkait rotasi matra tidak harus dilakukan atau dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Untuk diketahui, jika merujuk Pasal 13 ayat (4) UU TNI, maka Panglima TNI dijabat bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

“Istilah ‘dapat’ di dalam UU itu tidak harus. ‘Dapat’ sesuai dengan kebutuhan berarti,” kata dia.

Ketiga, Moeldoko menilai tradisi yang selama ini berjalan terkait pola rotasi matra tidak bersifat permanen. Penunjukan Panglima TNI oleh Presiden tersebut, lanjutnya, dilakukan dengan kalkulasi yang matang.

“Jadi semuanya ada kalkulasi-kalkulasi yang matang yang dipikirkan oleh Bapak Presiden bagaimana menata organisasi ini agar terjadi sebuah regenerasi yang semakin mantap ke depan. Itu sebenarnya,” ucap Moeldoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement