REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr. Margarito Kamis, SH.M.Hum, Pengamat Hukum Tata Negara
Unik betul Indonesia. Pada bulan Juni Allah Subhanahu Wata’ala mencipatakan dua manusia, diantara jutaan manusia. Keduanya adalah Sukarno dan Soeharto. Soekarno, kelak lebih dikenal dengan sebutan Bung Karno lahir tanggal 6 Juni 1901. Dan Pak Harto lahir pada tanggal 8 Juni 1921. Dua puluh tahun jarak usia keduanya.
Takdir tak dapat diatur dan dikendalikan, begitulah yang ditulis sejarah tentang keduanya. Lahir dibulan yang sama pada tanggal dan tahun yang berbeda, tetapi kelak keduanya menjadi Presiden Negara Republik Indonesia pada periode berbeda.
Bung Karno jadi Presiden sejak tahun 1945 hingga 1965. Dan Pak Harto memasuki kekuasaan presiden sepeninggal Bung Karno sejak 1965 dan mengakhirinya pada tahun 1998. Bung Karno diberhentikan oleh MPRS, dan Pak Harto meletakan jabatan.
Demi Bangsa
Berhenti atau diberhentikan sama makna hukum dan politiknya. Maknanya meninggalkan kekuasaan. Mengapa meletakan jabatan dan mengapa diberhentikan, tampaknya memiliki jawaban umum yang sama. Politik bisa mengagungkan seseorang pada satu waktu, dan pada waktu lain mencampakan orang itu. Seperti sekeping mata uang, politik bekerja dalam cara itu.
Selalu mungkin untuk dua hal bisa saling seiring pada saat tertentu, tetapi juga bisa saling sangkal pada saat yang lain, suka atau tidak. Bersekutu dipagi hari pada satu isu, tetapi bermusuhan di siang hari, bahkan untuk urusan sepele. Kenyataan itu berserakan disudut-sudut sejarah ummat manusia.
Sebabnya selalu beragam. Tetapi apapun itu, sejarah meminta untuk mengenal satu hal, mengenali kekuasaan tidak bisa lain selain harus mengenali siapa dan bagaimana kekuasaan diselenggarakan. Bung Karno, orang besar yang darinya bangsa ini mengenal istilah Pancasila, terpilih menjadi Presdien pada tanggal 18 Agustus 1945.
Tidak mesti berutang pada Otto Iskandardinata, tetapi dari beliaulah nama bung Karno dinominasikan menjadi presiden pada sidang PPKI yang dipimpin Bung Karno itu. Nominasi Pak Otto, entah bagaimana, disambut antusias peserta rapat pengesahan UUD 1945 itu. Terpilihlah Bung Karno jadi Presiden pada sidang yang tidak diagendakan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden itu.
Bung Karno, yang telah terpilih jadi Presiden, yang oratoris politiknya begitu tangguh, baru dapat membentuk kabinetnya pada tanggal 31 Agustus 1945. Butuh empat hari lagi untuk membuat cabinet presidensialnya bekerja. Praktis kabinetnya baru dapat bekerja secara efektif pada tanggal 4 September 1945.
Belanda ngaco dan dunia sedang dilanda demam demokrasi usai perang dunia kesdua. Ini dikenali dan dikonstruksi oleh pesaing-pesaing Bung Karno sebagai satu masalah nyata didepan mata, yang akan menyusahkan Indonesia dikemudian hari.
Akhirnya demi kemerdekaan, demi Indonesia, pria yang berkali-kali diasingkan Belanda ke luar Jawa, antara lain ke Endeh Nusa Tenggara Timur, dengan sukerala menanggalkan kekuasaan eksekutifnya.