REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi), dr Lily Indriani Octavia MGizi SpGK(K), mengatakan osteoporosis menjadi penyebab 8,9 juta kasus patah tulang setiap tahun. Ia menyebut, setiap tiga detik terjadi satu kasus patah tulang.
Dr Lily mengatakan, ada 200 juta penderita osteoporosis di seluruh dunia dan angkanya terus bertambah. Satu di antara tiga wanita di atas usia 50 tahun menderita osteoporosis, sementara pada laki-laki, satu di antara lima pria di atas 50 tahun menderita osteoporosis.
"Dua dari lima orang Indonesia berisiko terkena osteoporosis, berisiko mengalami patah tulang akibat pengeroposan tulang," kata dr Lily dalam konferensi pers 20 Tahun Anlene Lawan Osteoporosis, Kamis (20/10/2022).
Dr Lily menjelaskan patah tulang dapat menyebabkan rasa nyeri, disabilitas, deformitas, hingga kematian. Osteoporosis merupakan silent disease karena orang yang mengalaminya tidak menyadari telah terjadi pengeroposan tulang.
Osteoporosis sering kali baru disadari ketika cedera lalu patah tulang. Setelah itu, Anda mengalami nyeri, tidak nyaman, dan muncul masalah lain terkait patah tulang karena osteoporosis.
Patah tulang ini merupakan dampak dari osteoporosis yang terlambat di diagnosis. Tulang menjadi mudah patah atau rapuh, terutama tulang penjaga badan, yaitu tulang panggul dan tulang belakang.
"Jika patah tulang, orang tidak bisa aktivitas," ujarnya.
Dr Lily mengungkapkan terapi patah tulang akibat osteoporosis ini tidaklah mudah dibandingkan orang yang mengalami patah tulang karena trauma. Sebab, tulang sudah rapuh sehingga tidak bisa disambung.
Dengan keadaan seperti itu, menurutnya, orang jadi gampang ketakutan atau merasa ngeri untuk melakukan terapi. Sebab, penanganan tulang patah salah satunya dilakukan dengan cara menariknya agar kembali menyambung atau dengan operasi mengganti tulang panggul.
"Sementara pada tulang belakang agak berat terapinya," kata dr Lily.