REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih mempertimbangkan kemungkinan untuk memberikan perlindungan terhadap Yohannes Woworuntu, terpidana kasus korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum, sebagai saksi dalam kasus itu.
Ketua LPSK Abdul Harris Semendaway di Jakarta, Senin, menyatakan, pihaknya telah menerima permohonan perlindungan tersebut dan telah mengumpulkan data-data. "Akan tetapi, data yang menunjukkan dia (Yohannes, Red) sebagai saksi atau pelapor untuk pelaku lain belum ketemu. Itu yang masih kita dalami," katanya.
Untuk mendalami sekaligus mendapatkan tambahan data terkait kasus itu, lanjut Abdul Harris, pihaknya berkoordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum Komisi III DPR RI. "Kita berusaha melengkapi data-data sesuai dengan prosedur," katanya.
Yohannes, mantan direktur utama PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) yang menjadi rekanan Kementerian Hukum dan HAM dalam pengadaan dan pengoperasian Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), sesuai putusan Mahkamah Agung divonis lima tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp378 miliar.
Saat mengadu ke Komisi III DPR, Yohannes merasa dikorbankan dalam kasus itu. Kuasa hukum Yohannes, Eggy Sudjana, menyebut pemilik PT SRD Hartono Tanoesoedibyo dan mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra harus bertanggungjawab.
Sementara itu, salah seorang anggota Panja Penegakan Hukum Komisi III DPR, Edi Ramli Sitanggang, menyatakan pihaknya akan memanggil Hartono dan Yusril setelah reses. "Tepatnya bulan Juli. Kita akan memanggil Hartono dan Yusril," kata politisi Partai Demokrat itu.