Jumat 23 Jul 2010 01:42 WIB

ICIS akan Ubah Arah Menjadi Studi Konflik

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--ICIS akan mulai mengubah pola keterlibatannya dalam menciptakan perdamaian. Dalam usahanya itu, organisasi tersebut akan mencoba membuat studi tentang konflik-konflik yang terjadi di dunia.

Dari hanya membuat konferensi setiap tahun membahas konflik yang terjadi atau menghadiri undangan-undangan dari negara-negara lain, ICIS akan mencoba lebih fokus pada penelitian untuk mencari akar-akar permasalahan yang menimbulkan konflik di dunia. Sehingga ke depan, ICIS mampu memberikan solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

"Dari konferensi menjadi studi," ujar Sekertaris Jenderal (Sekjen) ICIS, Hasyim Muzadi, dalam acara ulang tahun ICIS ke-6 di Hotel Milenium Jakarta, Kamis (22/7). Diharapkan, nantinya organisasi tersebut mampu mengumpulkan data-data penting yang konkret demi kepentingan umat dan pemerintah. Dalam upayanya itu, ICIS kemudian mencoba merekrut tokoh-tokoh penting seperti Jusuf Kalla untuk ikut menjadi tenaga ahli.

Selama enam tahun terakhir ini, ICIS sudah menghadapi bermacam-macam konflik. Seperti yang terjadi di Filipina, Sudan, Syiria, atau Palestina. Bersama-sama dengan Kementerian Luar Negeri RI, organisasi tersebut menelusuri daerah-daerah konflik tersebut. Mereka mencoba mengambil peran dari keterbatasan negara. Dalam beberapa hal negara akan kesulitan untuk bertemu dengan orang-orang tertentu. Di sinilah peran ICIS muncul.

Oleh Hasyim peran itu disebut 'second track diplomacy' atau diplomasi jalan kedua. Ini sebagai sebuah solusi atau alternatif dari diplomasi formal yang dilakukan oleh pemerintah.

Sebagai sebuah organisasi, ICIS muncul dari imbas dari peristiwa 11 September 2001, ketika World Trade Center di Amerika Serikat runtuh. Peristiwa itu memunculkan perang Amerika Serikat melawan terorisme dunia. Dampak perang itu ternyata tidak hanya mempengaruhi kawasan Timur Tengah tetapi juga mempunyai efek di Indonesia. Saat itu Indonesia baru mengalami euforia demokrasi. "Tetapi justru menjadi 'democrazy'," ujar Hasyim.

Akibat dari euforia dan perang terhadap teroris itu, banyak muncul ketegangan di Indonesia. Untuk meredakannya terbentuklah ICIS pada tahun 2004. Organsiasi ini mencoba melindungi agama tanpa harus menjadi negara agama. ICIS juga mampu menunjukan kepada dunia bahwa hubungan antara negara dan agama bisa berlangsung harmonis dan justru saling melengkapi. "Sistem hubungan negara dan agama di Indonesia ini unik," jelas Hasyim.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement