REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Direktur Eksekutife HIJ’D Institute, Jemmy Setiawan, menilai grasi yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada mantan bupati Kutai Kertanegara, Kaltim, Syaukani Hassan Rais, sudah sesuai aturan. Syaukani merupakan terpidana kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kutai Kertanegara sebesar Rp 120 miliar.
Alasannya, kata Jemmy, seluruh proses hukum yang dijalani oleh Syaukani sebelum mendapatkan garsi harus dilihat secara lengkap dan seksama. ''Syaukani sudah menjalani tahanan setengah dari vonis terhadap dirinya yakni 6 tahun. Seluruh proses hukum telah dijalani oleh Syaukani, jadi wajar jika ia mendapatakan grasi dari Presiden dan bebas tanggal 21 Agustus lalu,” ujarnya.
Syaukani, lanjut Jemmy, telah mengajukan grasi kepada Presiden SBY sebanyak 2 kali. Namun, grasi pertama dan kedua ditolak oleh Presiden. ''Grasi yang diberikan oleh Presiden SBY terhadap Syaukani itu murni berasalasan kemanusiaan saja. Saya yakin tidak ada motif apapun di belakangnya,'' jelasnya.
Ia menambahkan, didalam sel tahanan Syaukani tidak berdaya karena diserang stroke. Menurutnya, apa salahnya jika Presiden memberikan grasi kepadanya berdasarkan kemanusiaan. ''Ini hanya untuk mempermudah pihak keluarga saja untuk merawat Syaukani,'' katanya.
Menurut Jemmy, dalam memberikan grasi kepada Syaukani tentunya Presiden sudah meminta pertimbangan hukum kepada Mahkamah Agung dan merujuk kepada keterangan dokter yang merawat Syaukani. Dia mengajak seluruah lapisan masyarakat agar melihat proses hukum ini secara menyeluruh bukan hanya sepenggal-sepenggal, agar mengerti perjalanan kasus yang sebenarnya. ''Jadi tidak pas jika grasi yang diberikan oleh Presiden tersebut dicaci, karena sampai sekarang Presiden tetap konsisten terhadap pemberantasan korupsi, jelasnya.