REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Yusril Ihza Mahendra mengajak semua pihak untuk mengambil hikmah dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi UU Kejaksaan. "Bagi presiden, pemerintah, dan siapa saja, putusan MK kemarin (22 September 2010) adalah suatu pelajaran berharga," kata Yusril di Jakarta, Sabtu (25/9).
Ia mengungkapkan, bahwa kebersamaan dalam membangun bangsa dan negara sangatlah mutlak. Semuanya adalah warga bangsa yang sama-sama mencintai Indonesia.
Karena itu pula, Yusril berujar bahwa tidak ada yang menang maupun kalah dalam kasus tersebut.
"Bagi saya, semua ini adalah kemenangan demokrasi dan konstitusi. Saya dengan dukungan banyak teman dan sahabat, memang melakukan perlawanan demokratis dan konstitusional memperjuangkan pendapat dan keyakinan saya, bahwa presiden telah salah mengambil langkah sekitar pemberhentian dan pengangkatan jaksa agung, ketika jabatannya berakhir 20 Oktober 2009 yang lalu," tuturnya.
Ia menginginkan agar negara berjalan di atas rel hukum dan konstitusi dan hal tersebut akan terus ia perjuangkan. Ia menyayangkan Mensesneg Sudi Silalahi, Jaksa Agung Hendarman Supandji, dan staf khusus presiden, Denny Indrayana, yang ngotot membela presiden dengan berbagai dalil dan argumen.
Sesuai dengan komentar mantan wakil presiden Jusuf Kalla, Yusril mengatakan tidak memiliki kekuatan apa pun untuk menantang Jaksa Agung Hendarman pada saat itu di pengadilan, kecuali dengan "ilmu dan nyali". " Pak Kalla memang benar. Kendaraan politik saya, Partai Bulan Bintang, telah terpuruk sejak Pemilu 2009 yang saya anggap sebagai pemilu paling buruk dalam sejarah reformasi," lanjutnya.
Ia menambahkan, bahwa Partai Bulan Bintang tidak mempunyai kekuatan di DPR maupun di kabinet untuk mengawal roda pemerintahan tetap berjalan di atas rel demokrasi, hukum, dan konstitusi. Karena itu, dengan mengikuti jejak Dr Mohammad Natsir, cara yang dilakukan adalah melawan rezim dengan menggabungkan intelektualisme dan aktivisme.
Intelektualisme, menurut dia, merupakan sebuah kekuatan yang dapat digunakan mengalahkan lawan-lawan dengan kekuatan argumen, bukan kekuatan massa dan kekuatan senjata. Sejarah menjadi pelajaran yang amat berharga agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dua kali.