REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut alasan utama pembatalan kunjungan ke Belanda itu terkait keselamatan. Namun, Presiden SBY tidak memungkiri bahwa pembatasan kunjungan ke luar negeri memang bisa menghemat anggaran. Ia mengaku sudah melakukan hal itu meski ada risiko diplomasi.
Menurut Presiden SBY, setiap tahunnya pemerintah melakukan perencanaan kunjungan presiden ke luar negeri. "Tentu tidak boleh saya terlalu sering berkunjung ke luar negeri, juga untuk konsentrasi ke dalam negeri, sekaligus biaya penghematan anggaran, maka setiap tahun kita hematkan jumlah kunjungan dan ke negara mana," kata Presiden SBY di ruangan VIP Bandara Halim Perdanakusumah, Selasa (5/10).
Menurut Presiden SBY, kunjungan ke luar negeri yang wajib diikuti presiden adalah pertemuan-pertemuan puncak, di antaranya dua kali pertemuan puncak ASEAN, dua kali pertemuan puncak G-20, dan satu kali pertemuan puncak APEC. "Sedangkan, pertemuan puncak yang lain, meskipun itu lazimnya itu dihadiri oleh kepala pemerintahan negara-negara lain, saya putuskan tidak selalu hadir," katanya.
Kunjungan-kunjungan bilateral, lanjut Presiden SBY, juga dibatasi mana yang memiliki potensi yang lebih tinggi dan juga mempertimbangkan asas resiprokal, dalam arti saling kunjung antara pemimpin dunia. Namun, kata dia, kunjungan yang dibatalkan akan ada aspek psikologis yang harus diambil.
"Karena tidak terjadwal dalam kunjungan tahun ini saya meskipun ada aspek psikologis dan risiko diplomasi yang saya ambil, tidak bisa hadir, misalnya, dalam puncak ASEM yang hari ini dilaksanakan di Brussel, dan sebelumnya ada ASEAN Summit di New York, D8 di Nigeria, dan sebelumnya juga ada pertemuan nuklir sedunia yang dilaksanakan di DC (Washington DC)," kata Presiden SBY.
Adapun kunjungan yang tidak direncanakan pada 2010 ini, tapi dihadiri oleh Presiden SBY adalah kunjungan dua hari ke KTT Perubahan Iklim di Norwegia karena ada urgensinya, di mana Indonesia dijadikan co-chair dalam pertemuan internasional untuk memastikan bantuan kepada negara pemilik hutan hujan. Hasilnya, ada kontribusi hibah 1 miliar dolar AS bagi pemeliharaan hutan di Indonesia.