Jumat 08 Oct 2010 03:33 WIB

Presiden SBY: Pengadilan Belanda Langgar Etika

Rep: ikh/ Red: Krisman Purwoko
Presiden SBY
Presiden SBY

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pernyataan lebih keras atas alasan yang menyebabkan penundaan kunjungan ke Belanda. Presiden menyebut pengadilan Belanda yang begitu cepat menyidangkan tuntutan atas penangkapan dirinya sebagai pengadilan yang melanggar tata krama dan hubungan antarbangsa. "Pengadilan melanggar etika dan tata krama hubungan antarbangsa," kata Presiden dalam Sidang Kabinet Terbatas di Kantor Presiden, Kamis (7/10).

Presiden menegaskan, kunjungan ke Belanda dilakukan atas undangan Ratu dan Perdana Menteri Belanda. Padahal, Ratu dan Perdana Menteri Belanda disambut hangat ketika berkunjung ke Indonesia beberapa tahun lalu.

"Pengadilan bagian dari sistem nasional Belanda, haruskah digelar untuk menyambut kedatangan saya hari itu?" katanya. Presiden mengaku tidak akan gentar jika yang dihadapi di Belanda itu berupa unjuk rasa atau ancaman-ancaman karena sudah ada sistem pengamanan yang berjalan.

"Tetapi ketika yang akan ada adalah sebuah pengadilan yang digelar dengan topik masalah hak asasi manusia kita, menangkap Presiden Indonesia, digelar sesaat sebelum saya datang, menurut saya ini tidak bisa diterima," kata Presiden dalam sidang yang dihadiri para menteri bidang politik, hukum, dan keamanan ini.

Menurut Presiden, hubungan antarbangsa bukan soal mutual interest, bukan sekadar menandatangani MoU atau kesepakatan, tapi juga mutual respect antara kedua bangsa dan pemimpinnya. "Sesungguhnya Indonesia ingin menjalani persahabatan dengan negara mana pun," kata Presiden.

Mengenai hubungan Indonesia dengan Belanda, Presiden menegaskan, hubungan itu berada dalam keadaan baik, bahkan tahun-tahun terakhir mengalami peningkatan signifikan. Itu semua diawali pada 2005 ketika secara politik dan moral Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pengakuan itu menepis sikap Belanda selama ini yang sempat mengakui Indonesia merdeka pada 1949. "Dengan satu babak baru, pengakuan itu pada ulang tahun kemerdekaan kita 2005, Menlu Belanda diutus ke Indonesia untuk hadir dalam resepsi kenegaraan, dan tiap ulang tahun kita di Den Haag, Perdana Menteri sering hadir di acara kedutaan kita," katanya.

Rencana kunjungan ke Belanda pada 2010 ini sudah diagendakan sejak 2007. "Tetapi satu jam sebelum berangkat, sebelum take off dari Halim Perdanakusumah, terjadi dinamika yang sangat penting," katanya. Pernyataan Presiden itu sekaligus menepis kabar bahwa penundaan sudah direncanakan beberapa hari sebelumnya.

Beberapa jam sebelum bertolak ke Belanda, Presiden menerima surat dari Menlu Marty Natalegawa. "Isi surat itu segera saya konfirmasikan dengan Duta Besar kita di Den Haag, Saudara Fani Habibie, benar seperti itu keadaan di Den Haag, jam 2 sebelum saya bertolak," katanya. Kejadian yang dimaksud itu adalah sidang atas tuntutan RMS.

Hal yang menjadi alasan utama pembatalan adalah sikap pengadilan yang begitu cepat menyidangkan tuntutan RMS. Pengadilan itu bukan pengadilan internasional, tapi pengadilan lokal yang berarti masuk dalam sistem pengadilan nasional Belanda. "Tuntutan diajukan 4 Oktober, pengadilan memutuskan menggelar 5 Oktober, saya kira pengadilan paling cepat di dunia," kata Presiden.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement