Senin 22 Nov 2010 16:00 WIB

Wartawan TV Irak Ditembak Mati di Rumahnya

Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,MOSUL--Sejumlah orang bersenjata membunuh seorang wartawan berita televisi di rumahnya di kota bergolak Mosul, Irak utara, Minggu, kata polisi. Mazin Mardan, yang berusia pertengahan 20-an tahun, adalah koresponden bagi saluran televisi satelit Al-Mosuliyah, yang meliput berita-berita penting aktual dan melakukan wawancara bagi televisi lokal kota itu. "Orang-orang bersenjata yang tidak dikenal menyerbu rumah Mazin Mardan yang bekerja untuk saluran televisi satelit Al-Mosuliyah di daerah Al-Sadiq, Mosul timur," kata Mayor Polisi Mohammed al-Hayali. "Mereka membunuhnya dan kemudian kabur."

Penembakan itu terjadi sekitar pukul 18.00 (pukul 22.00 WIB) di kota itu, yang terletak 350 kilometer sebelah utara Baghdad, kata Hayali. Pada Oktober, badan pegawas media Lembaga Pers Internasional menyatakan, semakin banyak wartawan yang dibunuh di Irak tahun ini dibanding dengan 2009 secara keseluruhan.

Pada bulan yang sama, organisasi Wartawan Tanpa Perbatasan menempatkan Irak pada urutan rendah 145 dari 175 negara bagi kebebasan media, dan pada September mereka menyatakan bahwa perang Irak merupakan konflik paling mematikan bagi media sejak Perang Dunia II. Pembunuhan wartawan itu merupakan serangan yang terakhir dari gelombang kekerasan yang meningkat lagi di Irak dan terjadi hanya beberapa bulan setelah berakhirnya operasi tempur AS di Irak pada 31 Agustus.

Penarikan pasukan Amerika dilakukan bertepatan waktunya dengan meningkatnya serangan bom mobil dan penembakan yang ditujukan pada pasukan Irak yang mengambil alih tanggung jawab keamanan dari pasukan AS sejak 2009. Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir, termasuk sejumlah besar polisi Irak, namun AS tetap melanjutkan penarikan pasukan dari negara itu.

Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan tahun ini, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008. Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000.

Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam. Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak.

Para pejabat AS dan Irak telah memperingatkan bahaya peningkatan serangan ketika negosiasi mengenai pembentukan pemerintah baru Irak tersendat-sendat, beberapa bulan setelah pemilihan umum parlemen di negara itu. Jumlah warga sipil yang tewas dalam pemboman dan kekerasan lain pada Juli naik menjadi 396 dari 204 pada bulan sebelumnya, menurut data pemerintah Irak.

Sebanyak 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP. Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda. Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement